SOLOPOS.COM - (JIBI/Harian Jogja/Hengky Irawan)

Keistimewaan DIY, DPRD DIY tidak akan buru-buru merevisi Perdais tentang Tata Cara Pencalonan Gubernur.

Harianjogja.com, JOGJA — Perempuan berpeluang menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan atas sebagian pasal dalam Undang-Undang No.13/2012 tentang Keistimewaan DIY (UUK). Putusan itu tidak lantas menutup kemungkinan konflik, meski hanya sebatas polemik.

Promosi Mendamba Ketenangan, Lansia di Indonesia Justru Paling Rentan Tak Bahagia

Baca Juga : Gubernur DIY Bisa Diisi Seorang Perempuan, Sultan Minta Semua Pihak Legawa

Pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Dardias, menilai putusan MK itu rawan memancing pengajuan judicial review. Dia memperkirakan uji materi lanjutan akan berkisar pada pasal soal gelar.

“Karena untuk menjadi gubernur DIY, calon harus jadi Sultan terlebih dulu. Nah, untuk jadi Sultan, gelar yang tertulis di UUK itu dinilai banyak pihak sangat patriarki [mengutamakan laki-laki]” ujar Bayu, Jumat (1/9/2017).

Problem itu berakar dari paugeran Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Menurut dia, perbedaan persepsi antara Sultan HB X dan adik-adiknya belum mencapai titik temu. Sultan menganggap paugeran adalah representasi dari kekuasaannya sebagai raja.

“Sementara, adik-adiknya menganggap paugeran diturunkan dari raja-raja sebelumnya. Aspek penting yang tidak bisa serta merta diubah dalam paugeran menurut adik-adik Sultan adalah garis keturunan raja,” kata Bayu.

Meski begitu, ia optimistis putusan MK itu tidak akan menimbulkan gejolak di kalangan akar rumput. Selama belum ada perubahan fundamental dan Sultan yang bertakhta masih otomatis menjadi Gubernur DIY, kata dia, masyarakat tak akan bereaksi berlebihan.

“Gejolak hanya sebatas di tingkat elit saja dan berupa perang konsep dan wacana,” kata dia.

Kamis (31/8/2017), Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan soal syarat pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang tercantum dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m UUK.

Pasal tersebut menyatakan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur DIY harus menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak. Pasal itu, terutama yang memuat frasa istri dianggap diskriminatif. Pada 2016 silam, sebelas orang dari kalangan abdi dalem, perangkat desa, serta aktivis perempuan mengajukan uji materi atas pasal tersebut. Permohonan itu dikabulkan MK.

Kata istri dalam aturan tersebut resmi dihapus lantaran memberikan syarat bahwa Gubernur DIY harus laki-laki.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Arief Hidayat.

Hakim menilai syarat pencalonan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Menurut hakim, calon Gubernur dan Wakil Gubernur DIY yang berjenis kelamin perempuan tidak akan merugikan.

“Pembatasan ini tidak terdapat dalam pengisian jabatan kepaa daerah lain,” ujar Arief.

Selain itu, ketentuan yang mewajibkan syarat riwayat hidup dengan pencantuman istri  bertentangan dengan semangat Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 yang menyebut bahwa negara menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa.

“Syarat menyerahkan daftar riwayat hidup sesungguhnya tidak terlalu relevan,” tutur hakim.

Menyambut Baik (2)

Menyambut Baik

Gubernur DIY Sri Sultan HB X menyatakan negara telah memiliki konstitusi yang menentang diskriminasi.
“Negara saja tidak melarang. Siapa pun boleh jadi pemimpin,” kata dia seusai Kenduri Rakyat memperingati Keistimewaan DIY di Pasar Beringharjo, Kamis.

Dia mengharapkan semua pihak yang selama ini menentang pengajuan uji materi ke MK bisa menerimanya secara legawa. Sebab, suka atau tidak suka, putusan MK merupakan keputusan yang mengikat secara hukum.

Anggota DPD RI sekaligus permaisuri, Sultan HB X GKR Hemas juga menyambut baik keputusan MK.

“Indonesia adalah negara hukum. Dengan begitu, semua pihak sudah seharusnya taat kepada hukum,” ujar dia.

Menurut Ratu Hemas, MK mencoba mengembalikan hakikat keseteraan dan kesamaan hak semua warga negara, termasuk dalam pengisian posisi Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.

“Setiap warga negara baik laki-laki maupun perempuan berhak menjadi calon Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Saya sebagai pejuang kesetaran gender jelas gembira atas putusan tersebut, dengan begitu ada kesetaraan perempuan dengan laki-laki dalam jabatan kepala daerah,” kata dia.



Gelar Laki-Laki

Gelar Laki-Laki
Di sisi lain, adik Sultan HB X GBPH Yudhaningrat menyayangkan keputusan MK. Dia mengatakan penghapusan frasa istri pada pasal 18 ayat (1) huruf m UUK berarti memberi peluang kepada perempuan menjadi Gubernur. Padahal di pasal yang sama tertulis bahwa calon Gubernur DIY harus bertahta sebagai Sultan HB. Menurut dia, Sultan HB adalah pemimpin di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang bergelar Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah.

“Gelar ini jelas untuk laki-laki, bukan untuk perempuan,” kata pria yang juga menjabat sebagai Kepala Satpol PP DIY itu.

Dia mengimbau kakaknya untuk tetap memegang teguh paugeran yang sudah ada.

Sementara, Ketua DPRD DIY, Yoeke Indra Agung, mengatakan tak akan terburu-buru merevisi Peraturan Daerah Istimewa (Perdais) No.2/2015 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan, Pelantikan, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang Gubernur dan Wakli Gubernur DIY.

Menurut dia, perlu pengkajian dan pembahasan secara mendalam untuk mengubah pasad dalam Perdais No.2/2015 “Kami undang ahli hukum dan sebagainya,” ucapnya.

Perdais tentang Gubernur dan Wakli Gubernur DIY juga mencantumkan frasa istri. Pasal 3 ayat (1) huruf m menyatakan calon Gubernur dan Wakil Gubernur harus menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya