SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto Belasan Dukuh yang tergabung dalam Paguyuban Dukuh (Pandu) Kabupaten Bantul secara bergantian mencukur habis rambut mereka sebagai ungkapan kegembiraan atas pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat paripurna yang baru saja mereka saksikan melalui siaran televisi di sekretariat Pandu di Dusun Pacar, Timbulharjo, Sewon, Bantul, Kamis (30/8). Mekanisme pengisian jabatan Gubernur DIY bersasal dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sementara Wakil Gubernur DIY bersumber dari Kadipaten Pakualam.

Keistimewaan DIY mengenai suksesi Gubernur, sejumlah fraksi condong pada pemimpin laki-laki.

Harianjogja.com, JOGJA – Peluang perempuan menjabat gubernur DIY semakin sempit. Pasalnya sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY lebih condong mempertahankan persyaratan calon
gubernur sesuai dengan Undang-undang Keistimewaan (UUK) No. 13/2012. (Baca Juga : KEISTIMEWAAN DIY : Kraton Pecah Soal Suksesi Gubernur, Sultan Tak Ingin Ada Diskriminasi)

Promosi Ada BDSM di Kasus Pembunuhan Sadis Mahasiswa UMY

Persyaratan calon gubernur dalam UUK Pasal 18 ayat satu tertulis bahwa calon gubernur harus mencantumkan daftar riwayat hidup yang meliputi pekerjaan, pendidikan, saudara kandung, anak dan istri. Artinya gubernur DIY harus laki-laki.

Dalam rancangan perda keistimewaan tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY yang kini tengah dibahas di DPRD DIY Pasal 3 Huruf N persyaratan gubernur hanya cukup mencantumkan daftar riwayat hidup.

Mantan Wakil Ketua Panja UUK DIY yang kini menjabat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menegaskan perubahan pasal yang tidak sesuai UUK rawan dibatalkan, kecuali harus mengubah UUK.

Ganjar menjelaskan penyusunan UUK saat itu sudah melalui proses yang panjang yang melibatkan banyak
kalangan baik kraton, ahli sejarah dan masyarakat. Pasal yang mencantumkan syarat calon gubernur, kata Ganjar, tidak lepas dari aspek kultural. Itulah yang membuat DIY istimewa.

“Dalam kulturnya belum ada sejarah raja perempuan,” kata Ganjar seusai menghadiri penandataganan MoU Goepark di Kepatihan, Selasa (17/2/2015)

Senada dengan Ganjar Pranowo, mantan Ketua Pansus Raperdais tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2009-2014, Isti’anah mengungkapkan dalam kaidah hukum berlaku asas lex superiori derogat legi inferiori, artinya aturan yang lebih tinggi akan mengalahkan aturan yang lebih rendah.

UUK, lanjut Isti’anah posisinya lebih tinggi dibanding perda atau perdais.

“Jadi perda atau perdais enggak boleh bertentangan dengan UUK. Kalaupun perdais tetap memangkas daftar riwayat hidup yang sudah diatur dalam UUK, maka pada saat aturan itu diterapkan, yang berlaku tetap UUKnya,” papar Isti’anah.

Isti’anah menambahkan jika isi UUK dianggap tidak demokratis, jalan yang bisa ditempuh adalah dengan
mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) atau amandemen UUK oleh DPD dan DPR RI bersama Pemerintah, “Bukan dengan memangkas UUK,” ujar Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.

Isti’anah mengaku subtansi persyaratan calon gubernur saat Pansus periode lalu pernah menjadi perdebatan dalam public hearing. Namun, lanjut dia, atas dasar asas hukum dan juga masukan dari Kasultanan aturan itu tetap dipertahankan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya