Jogja
Sabtu, 31 Agustus 2013 - 10:00 WIB

KEISTIMEWAAN DIY : Sultan Bentuk Tim Rumuskan Paugeran

Redaksi Solopos.com  /  Maya Herawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sultan Hamengku Buwono X segera rumuskan paugeran. (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Sultan Hamengku Buwono X segera rumuskan paugeran. (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Harianjogja.com, JOGJA– Sri Sultan Hamengku Buwono X, Raja dan Gubernur DIY mengaku Kraton tengah merumuskan paugeran. Namun ia pun tak setuju jika seluruh paugeran yang juga mengatur soal penepatan Putra Mahkota dibeberkan seluruhnya kepada masyarakat.

Advertisement

“Mosok menentukan orangnya sopo dan sebagainya [dipublikasikan], kan enggak perlu,” kata Sultan di Kompleks Kantor Gubernur, Kepatihan, Jumat (30/8/2013).

Ia hanya mengatakan selaku gubernur dan bertakhta sebagai Raja akan mengumumkam paugeran mendasar pada Undang-undang No. 12/2012 tentang Keistimewaan sebagaimana diatur dalam klausal pasal 43 ayat (2). ”Yang diumumkan persyaratan dan prosedurnya,” tuturnya.

Advertisement

Ia hanya mengatakan selaku gubernur dan bertakhta sebagai Raja akan mengumumkam paugeran mendasar pada Undang-undang No. 12/2012 tentang Keistimewaan sebagaimana diatur dalam klausal pasal 43 ayat (2). ”Yang diumumkan persyaratan dan prosedurnya,” tuturnya.

Terkait dengan tim yang dibentuk itu, Sultan mengatakan tim berasal dari internal Kraton saja. Namun, ia enggan untuk menyebutkan, siapa saja yang terlibat dalam tim tersebut.”Kraton sudah punya tim internal untuk merumuskannya,” katanya.

Dikonfirmasi Harian Jogja, Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo mengaku tak berada dalam tim tersebut. Adik Sultan dari lain ibu itu mengatakan, yang paling banyak tahu soal paugeran itu adalah Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Jatiningrat, Penghageng Tepas Dwarapura.

Advertisement

Prabukusumo mengaku soal penunjukan putra mahkota itu tabu jika dibicarakan saat ini. Namun berbagai alternatif soal penunjukan putra mahkota yang nantinya akan menjabat sebagai gubernur perlu dilontarkan di tengah perumusan Peraturan Daerah Keistimewaan (perdais) Keistimewaan.

Sebab, itu menjadi bagian tanggung jawab dari Kraton untuk memberikan putra terbaiknya untuk memimpin rakyat Jogja.“Kalau Kraton gagal memberikan putra terbaiknya, Kraton wan prestasi terhadap rakyat,” tandasnya.

Sebagaimana yang telah pernah ia lontarkan saat memanasnya desakan pengesahan UUK lalu, Prabukusumo mengatakan untuk soal penunjukkan putra mahkota yang juga sekaligus untuk penetapan gubernur dapat dikategorikan dengan berbagai sudut pandang yang didalamnya pun mengacu pengalaman pemilihan putra mahkota pada masa-masa sebelumnya.

Advertisement

Misal, ketika Sultan terpilih menolak karena alasan tertentu untuk menjadi gubernur, menurut dia, semestinya hal itu ada peraturan lain yang dibuat untuk mendasarinya sekalipun dalam UU Keistimewaan menyatakan bahwa gubernur adalah Sultan yang bertahkta.

Hal lain yang perlu diperhatikan menurutnya bahwa Sultan itu adalah seorang manusia biasa, yang mana bisa saja seorang Sultan itu tidak pintar, tidak memiliki keturunan, dan memiliki anak perempuan sama semua.

Ketika anak perempuan semua itu, menurut dia, berdasarkan paugeran, tahkta itu diberikan kepada kakak atau adik dari Sultan yang bertahkta. Tidak mesti yang tertua, tapi hal itu bisa aklamasi dari saudara-saudara Sultan.

Advertisement

Terakhir, ia mengatakan Sultan sebagai gubernur juga bukanlah jabatan seumur hidup. Sehingga ketika usia sudah lanjut dan tidak lagi mampu untuk duduk sebagai gubernur, maka jabatan itu untuk sementara dapat diberikan kepada sentono dalem yang tak lain adik kakak Sultan yang mumpuni.

Pun ketika putra mahkota masih terbilang muda, seperti yang terjadi pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono V. Saat itu HB V masih berusia tiga tahun. Sebab itu, ia belum dapat menjabat menjadi gubernur sehingga pemerintahan dijalankan oleh sentono dalem. “Kala itu Pangeran Diponegero yang jadi sentono dalem,” ujarnya.

Penyiapan calon putra mahkota yang dapat dicontoh, menurutnya, saat HB VII memilih putra mahkota. Yang menjadi HB VIII saat itu adalah pilihan keempat setelah tiga sebelumnya meninggal. Untuk mendidiknya, kata Prabu, HB VII saat itu masih mendampingi HB VIII di Kraton Kilen.

Prabu menambahkan, untuk menjaga kredibilitas Kraton dalam memberikan putra terbaiknya dapat pula melibatkan Dewan untuk melakukan fit and propertest dari beberapa nama anak yang diusulkan untuk dijadikan pertimbangan Kraton.

Sementara, KRT Jatiningrat kembali mengatakan itu menjadi hak Sultan untuk menentukannya. Masyarakat menurutnya sudah mengetahuinya jika kemudian terjadi ketidakpantasan dalam kebijakan Kraton. “Topo pepe. Itu kan sebenarnya demo untuk Kraton,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif