Jogja
Sabtu, 16 November 2013 - 22:01 WIB

KEKERASAN DIY : Sleman Paling Banyak Sumbang Kasus

Redaksi Solopos.com  /  Maya Herawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekerasan (JIBI/Harian Jogja/Dok.)

Harianjogja.com, SLEMAN – Aksi kekerasan kian membudaya di Jogja. Kawasan Sleman menyumbangkan data paling banyak dalam beberapa bulan terakhir.

Berdasarkan catatan Harianjogja.com, aksi kekerasan yang dilakukan oleh mahasiswa luar Jogja kerap terjadi di Sleman. Tidak hanya kepada masyarakat namun juga kepada aparat sebagai korban.

Advertisement

Sebut saja tiga mahasiswa mabuk membuat geger sepanjang Jalan Solo, Maguwoharjo, Depok, Rabu (30/10/2013) lalu. Ketiganya sempat duel dengan masyarakat dan polisi, hingga kemudian dua pelaku ditangkap.

Sebelum itu, shelter Bus Trans Jogja berlokasi di bawah Jembatan Layang Janti, Depok Sleman dirusak seorang mahasiswa luar Jogja, Sabtu (19/10/2013). Pelaku sempat mengancam akan membunuh penjaga shelter. Seorang pelaku atasnama Ricky Richard Baran Sario ditangkap dalam kasus itu.

Kasus lain sejumlah preman di Babarsari, Depok melakukan penganiayaan terhadap seorang warga serta anggota opsnal Polsek Depok Barat, Aiptu Sugiyono. Polda DIY kemudian menggerebek gerombolan itu dan menangkap 11 orang terduga preman, pada Sabtu (26/10/2013).

Advertisement

Tetapi Polda DIY telah bertekad, karena membebaskan mereka dengan dalih kekurangan alat bukti.

Terkait maraknya aksi kekerasan dan premanisme, Kapolda DIY Brigjen Haka Astana menyatakan prihatin terutama ada sejumlah mahasiswa yang kerap bertindak kekerasan dalam keadaan mabuk.

Pihaknya sendiri tidak bisa berbuat sewenang-wenang terhadap mereka, karena kelompok mahasiswa itu disekolahkan ke Jogja untuk percepatan pembangunan di daerahnya.

Advertisement

“Saya sekarang prihatin bagaimana Kapolres saya di Sleman itu mendekati tokoh masyarakat yang dapat ditokohkan terutama dari wilayah timur Indonesia, tapi masih saja ada yang minum dalam keadaan setengah mabuk kita ingatkan polisi diserang,” ungkapnya saat diwawancara Harianjogja.com belum lama ini.

Kapolda menambahkan aksi kekerasan lebih kerap terjadi karena pengaruh kelompok. Karena kebutuhan kelompok tersebut, pelaku melakukan tindakan yang menjurus ke pelanggaran hukum. Ketika ada pelanggaran hukum, kata dia, upaya penegakan selalu diusahakan. Hanya saja satu hal yang dikhawatirkannya adalah adanya “korban” dari pihak atau kelompok pelanggar itu.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif