SOLOPOS.COM - Aksi diam bentuk solidaritas pelajar di Tugu Jogja, yang tergabung dalam Aliansi Pelajar Jogja atas peristiwa klitih dan kekerasan antar pelajar yang terjadi beberapa waktu lalu, Minggu (18/12/2016). ( Holy Kartika N.S/JIBI/Harian Jogja)

Kekerasan Jogja di kalangan pelajar memiliki struktur yang diturunkan secara turun temurun

Harianjogja.com, JOGJA — Keberadaan geng pelajar di kota Jogja terstruktur layaknya sebuah organisasi, para anggota sudah memiliki peran tersendiri ketika akan melakukan aksi kekerasan jalanan atau klithih. Polisi akan menitipkan enam tersangka klithih di sejumlah tahanan khusus anak di DIY.

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

Baca Juga : KEKERASAN JOGJA : Geng Pelajar Terstruktur, Kill or to be Kill Jadi Semboyan

Dalam melakukan aksi jalanan, Kapolda DIY Brigjen Pol Ahmad Dhofiri mengatakan mereka juga memiliki koordinator lapangan yang di bawahnya meliputi pemain dan penggerak yang bertindak ikut dalam rombongan. Selain itu ada sebutan pasukan berani mati atau garis keras yang disematkan kepada anggota geng pembawa senjata tajam. Selain itu ada istilah lainnya seperti rakyat jelas, mereka yang bertugas membawa batu untuk menimpuk.

“[Terstruktur] itu semua geng seperti itu. Ini luar biasa indoktrinasi dari seniornya,” ucap mantan Kapolresta Jogja ini, Kamis (16/3/2017).

Menurutnya, keterlibatan alumni atau senior sangat menentukan. Bahkan, kelompok geng ini sudah ada indikasi kuat persiapan untuk menghadapi persoalan hukum. Para senior yang usianya dia atas 18 tahun biasanya tiarap dengan menyuruh anggota geng yang berusia 17 tahun ke bawah. Sehingga jika tertangkap polisi, mereka bisa berpotensi mendapatkan diversi atau ekstrimnya bisa bebas.

“Penyelidikan kami memang ada doktrin di antara geng tersebut yang mengajukan anggotanya di bawah umur untuk melakukan [penyerangan], agar mereka bisa lolos dari jeratan hukum,” tegasnya.

Kapolda mengatakan, saat ini mulai terjadi pergeseran tren menilai Jogja tidak aman dengan banyaknya kasus klithih. Banyaknya kasus klithih mengakibatkan panik pun merebak. Sehingga remaja yang berkumpul mempersenjatai dengan sajam, hal itu menjadi rawan gesekan.

“Para pelaku kalau diperiksa reserse itu berkelit, tidak mengaku kalau mereka geng. Tetapi setelah kami periksa melibatkan psikolog, mulai terbuka, [akhirnya mengakui] mereka itu memang [anggota] geng, namanya geng burjo wetan sekolah,” ucap Dhofiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya