SOLOPOS.COM - Petugas menggiring dan menunjukkan para pelaku (bersebo) bersama barang bukti senjata tajam dan tiga sepeda motor dalam sebuah jumpa pers ungkap kasus pembacokan di Mapolresta Yogyakarta, Selasa (14/03/2017). Sebanyak tujuh pelaku yang sebagian besar mereka masih dibawah umur ditangkap Selasa pagi. Aksi kenakalan dan kekerasan remaja ini menewaskan Ilham Bayu Fajar, seorang pelajar SMP di Jalan Kenari pada Minggu (12/03/2017). Kapolda DIY Brigjend Pol Ahmad Dofiri berpesan kepada orang tua agar tidak memberikan fasilitas kendaraan bermotor kepada anak dibawah umur dan menjaga anak untuk tidak keluar malam. (Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja)

Kekerasan Jogja di kalangan pelajar memiliki struktur yang diturunkan secara turun temurun

Harianjogja.com, JOGJA –Kapolresta Jogja Kombes Pol Tommy Wibisono mengatakan hingga kemarin (16/3/2017) jumlah tersangka kasus meninggalnya Ilham Bayu Fajar Apriandi masih berjumlah enam orang. Adapun orang yang ditangkap berjumlah delapan pelaku.

Promosi Berteman dengan Merapi yang Tak Pernah Berhenti Bergemuruh

Baca Juga : KEKERASAN JOGJA : Duh, Geng Pelajar Punya “Pasukan Berani Mati”

Proses pemeriksaan masih berjalan. Para tersangka pun langsung ditahan, selanjutnya akan dititipkan di tahanan khusus anak. Soal rencana rekonstruksi, hal itu tergantung kebutuhan fakta dan data di lapangan.

“Rekonstruksi, ya kalau dibutuhkan, tidak harus, tetapi kalau umtuk meyakinkan kita akan lakukan,” ujarnya.

Meski penegakan hukum berlangsung tegas, lanjut Tommy, namun pihaknya tetap berupaya memenuhi hak anak secara khusus. Terutama dengan menahan mereka di sel yang tidak campur dengan tahanan dewasa. Oleh karena itu dalam setiap proses pemeriksaan para pelaku didampingi psikolog, petugas dari Balai Pemasyarakatan dan pihak Lembaga Perlindungan Anak. Eksekutor pembacokan dikenakan Pasal 338 KUHP, kemudian yang membawa sajam dijerat dengan UU Darurat No.12/1951 dan yang ikut berada di lokasi dikenakan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan.

Terkait penanganan, Ahmad Dhofiri pesimis klithih bisa ditekan tanpa ada dukungan dari semua pihak terutama orangtua. Ia mencontohkan, kebijakan sekolah yang mengeluarkan pelaku kekerasan justru tidak menyelesaikan masalah. Karena faktanya, pelaku kekerasan jalanan seringkali sudah dikeluarkan dari dua hingga tiga sekolah. Kesimpulannya, kata dia, kebijakan itu semakin memperburuk perilaku anak, mereka justru semakin nakal.

“Kebijakan di sekolah mengeluarkan siswa tidak efektif, kemarin yang kasus sebelumnya itu sudah dikeluarkan dari dua sekolah, jadi rupanya memindahkan anak itu bukan membuat jera, tetapi maalah makin bandel,” ucap Kapolda.

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto mendesak Gubernur untuk membentuk tim terpadu terdiri dari Pemda DIY, kepolisian, pakar dan tokoh masyarakat dalam rangka merumuskan kebijakan pencegahan klithih. Selain itu meminta Gubernur mengevaluasi Disdikpora DIY atas banyaknya aksi klithih oleh pelajar.

“Kami mendorong Pemda DIY untuk memfasilitasi [anggaran] dalam koordinasi antar instansi dalam melakukan razia dengan sasaran pelajar,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya