Jogja
Kamis, 23 Maret 2017 - 22:20 WIB

KEKERASAN JOGJA : Pelaku Klithih, dari Keluarga Akademisi Hingga Pejabat

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Petugas menggiring dan menunjukkan para pelaku (bersebo) bersama barang bukti senjata tajam dan tiga sepeda motor dalam sebuah jumpa pers ungkap kasus pembacokan di Mapolresta Yogyakarta, Selasa (14/03/2017). Sebanyak tujuh pelaku yang sebagian besar mereka masih dibawah umur ditangkap Selasa pagi. Aksi kenakalan dan kekerasan remaja ini menewaskan Ilham Bayu Fajar, seorang pelajar SMP di Jalan Kenari pada Minggu (12/03/2017). Kapolda DIY Brigjend Pol Ahmad Dofiri berpesan kepada orang tua agar tidak memberikan fasilitas kendaraan bermotor kepada anak dibawah umur dan menjaga anak untuk tidak keluar malam. (Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja)

Kekerasan Jogja, kebanyakan pelaku dari keluarga berada tetapi kurang perhatian.

Harianjogja.com, JOGJA — Kasus kekerasan jalanan dengan pelaku anak di DIY cukup memprihatinkan. Selama dua bulan pada 2017 tercatat sudah 54 anak yang terjat hukum sebagai pelaku kejahatan dengan didominasi oleh kasus klithih.

Advertisement

Kasus itu tak jauh berbeda dengan 2016, jumlah pelaku 234 anak yang juga didominasi klithih dengan membawa senjata tajam (sajam). Fenomena anak sebagai pelaku kejahatan tidak hanya berasal dari keluarga menengah ke bawah, ada juga dari keluarga akademisi hingga pejabat.

Pendamping Kemasyarakatan (PK) Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I DIY Dasih menjelaskan, meski baru tiga bulan berjalan, namun jumlah anak pelaku kejahatan di DIY sudah mencapai 54 anak di 2017. Kasus itu terekap dari kabupaten/kota di DIY yang pelakunya didampingi oleh oleh Bapas Kelas I. Sedangkan pada 2016 silam kasusnya mencapai sebanyak 234 anak sebagai pelaku kejahatan.

“Kami mendampingi sampai pasca putusan, karena tidak semua putusan ada di penjara. Saat di penjara pun Bapas masih dimintai untuk mengawasi program pembinaannya,” ungkapnya, Kamis (23/3/2017).

Advertisement

Dari total angka tersebut latar belakang keluarga anak pelaku sebagian besar suram. Mereka biasanya kurang mendapatkan kehangatan keluarga maupun dari orangtua broken home, serta orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Karena kurang diakui keberadaannya di keluarga, anak tersebut memilih untuk bersama teman sebaya hingga terpengaruh untuk melakukan tindak kejahatan. Sementara, tidak sedikit dari para pelaku berasal dari keluarga menengah ke atas. Bahkan ada pula dari keluarga akademisi maupun pejabat yang harus tugas berpindah dari satu kota ke kota lain membuat anak kurang terurus sehingga ikut terlibat dalam sebuah geng remaja.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif