SOLOPOS.COM - Aksi diam bentuk solidaritas pelajar di Tugu Jogja, yang tergabung dalam Aliansi Pelajar Jogja atas peristiwa klitih dan kekerasan antar pelajar yang terjadi beberapa waktu lalu, Minggu (18/12/2016). ( Holy Kartika N.S/JIBI/Harian Jogja)

Kekerasan Jogja, persoalan klitik terjadi karena berbagai faktor penyebab.

Harianjogja.com, JOGJA — Sejumlah pelajar Jogja menggelar aksi bisu sebagai bentuk solidaritas atas tragedi kekerasan antar pelajar yang mengakibatkan seorang pelajar meninggal dunia. Pelajar yang tergabung dalam Aliansi Pelajar Jogja ini menyoroti kurangnya pendidikan etika yang diberikan di sekolah dan rendahnya pengawasan orang tua.

Promosi Uniknya Piala Asia 1964: Israel Juara lalu Didepak Keluar dari AFC

“Apa yang terjadi kemarin, tidak sebatas salahnya siswa, tetapi kami juga menelisik penyebabnya sampai ke akar-akarnya,” ujar juru bicara aksi Muhammad Khalid saat menggelar aksi di kawasan Tugu Jogja, Minggu (18/12/2016).

Khalid mengatakan demoralisasi pelajar yang begitu dominan disebabkan kurangnya pendidikan etika di lingkungan sekolah, serta pendidikan karakter di lingkungan keluarga. Contoh yang dirasakan pelajar SMA Negeri 1 Jogja ini seperti adanya kebijakan jam pulang sekolah yang dipercepat. Menurut Khalid, kebijakan ini memberikan banyak dampak, salah satunya siswa semakin aktif berkegiatan di luar sekolah maupun rumah.

“Seperti ngumpul-ngumpul dengan teman di luar sekolah. Apalagi jika bertemu dengan orang-orang di lingkungan yang negatif, maka dampaknya bisa sangat buruk dan bisa menjerumus ke aksi-aksi klitih seperti saat ini,” jelas Khalid.

Para pelajar seluruh Jogja ini menggelar aksi bisu bertajuk Diam Untuk Peduli. Aksi ini adalah bentuk solidaritas para pelajar atas meninggalnya Adnan Wirawan Ardiyanta, siswa SMA Muhammadiyah I Jogja akibat aksi klitih beberapa waktu lalu. Melalui aksi ini diharapkan dapat menyadarkan pemerintah untuk segera menindaklanjuti kasus kekerasan antar pelajar dan memberikan solusi yang bijak serta dapat mengevaluasi kembali pendidikan di jenjang SMA.

Aksi ini bukan hanya menyasar pelajar, tetapi juga masyarakat luas dengan memasang banner bertulis Kala rumah penuh gelisah, sekolah tak lagi ramah, kemana kami harus berbenah? serta Kami bergerak dengan hati kami, Kami membisu untuk peduli. Banner tersebut dipasang di sejumlah titik strategis di Jogja.

Siswa SMA Negeri 8 Jogja, Muhammad Ezra Eferest mengharap, aksi ini merupakan duka bagi semua pelajar di Jogja. Melalui aksi ini, dia ingin menyerukan agar para pelajar dapat solid dan bersatu untuk membangun Jogja dan Indonesia.

“Kami ingin menyadarkan teman-teman yang masih terjerumus dengan hal-hal negatif dengan cara seperti ini. Diharapkan citra Jogja sebagai Kota Pelajar dapat terangkat lagi dan kami ingin buktikan pelajar Jogja dapat berpengaruh besar bagi Indonesia,” ungkap Ezra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya