SOLOPOS.COM - Tanah lahan pesawahan yang berada di kawasan Kadisono, Kecamatan Pajangan mulai mengering, Selasa (26/5/2015). (JIBI/Harian Jogja/Arief Junianto)

Kekeringan Bantul mengancam tiga kecamatan.

Harianjogja.com, BANTUL-Musim kemarau yang mulai terasa beberapa hari terakhir, membuat ribuan hektar sawah di 3 kecamatan masing-masing Kretek, Sanden dan Srandakan terancam kekeringan.
Pasalnya, pasokan air dikhawatirkan tak sampai ke 3 wilayah itu, mengingat intake (sudetan) Bendung
Kamijoro yang terletak di tepi Kali Progo tak lagi bisa digunakan. Untuk sementara, pasokan air yang
masuk ke 3 wilayah itu dialihkan melalui bendung Pijenan.

Promosi Antara Tragedi Kanjuruhan dan Hillsborough: Indonesia Susah Belajar

Kepala Seksi Rehabilitasi dan Pengembangan Jaringan Irigasi Dinas Sumber Daya Air (SD) Kabupaten Bantul, Sigit Pulunggono mengungkapkan, intake Kamijoro sudah tak bisa digunakan lagi akibat parahnya endapan lumpur dan pasir yang masuk ke dalamnya pasca banjir lahar hujan Gunung Merapi beberapa tahun silam. Kondisi diperparah dengan endapan abu sisa letusan Gunung Kelud setahun lalu.

Diakuinya, Bendung Kamijoro itu yang memiliki kedalaman hingga 15 meter itu kini 80 persennya sudah terisi pasir dan lumpur.

“Jelas sangat beresiko kalau dipaksa menguras pasirnya. Terlalu banyak yang menyumbat,” ucapnya, Selasa (26/5/2015).

Kendati dialihkan ke bendung Pijenan, namun ia tak yakin pasokan air di bendung itu akan mampu mengairi ribuan hektar sawah ada di tiga kecamatan itu. Akibatnya, di musim kemarau ini dipastikan sawah-sawah tersebut akan mengalami kekeringan.

Kemungkinan besar, sawah-sawah tersebut tak lagi ditanami padi lagi oleh para petani. Jika nanti petani ngotot menanam padi, kemungkinan besar mereka mengandalkan air dari sumur yang diangkat dengan pompa.

Namun hal tersebut tentu akan menambah pengeluaran dari para petani, terutama untuk bahan bakar pompa. “Biayanya pasti akan melonjak. Jika terus-terusan, keuntungan petani tidak akan menutup biaya operasional mereka,” ujarnya.

Meski begitu, pihaknya mengaku tak bisa berbuat banyak. Pasalnya, Bendung Kamijoro itu merupakan kewenangan dari Propinsi. Namun, ia sempat mendengar jika Balai Besar Wilayah Sungai akan membuat bendungan secara darurat dengan membangun bronjong melintang ke tengah sungai. Tetapi sampai saat ini realisasinya belum ada.

“Saya dengar akan dibangunkan bendungan permanen dengan dana mencapai Rp86 miliar,” tuturnya.

Terpisah, Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air Sungai Progo, Sutardi mengatakan, karena ketinggian permukaan air sungai progo ini bertambah, maka air sungai tersebut dapat masuk ke intake (sudetan) Kamijoro yang dibuat pada zaman Belanda tahun 1927. Sudetan atau intake tersebut merupakan lubang air bawah tanah bercabang menuju ke saluran irigasi ke 4 Kecamatan.

“Ribuan petani di Kecamatan Pandak, Pajangan, Srandakan dan Kretek bergantung pada intake ini,” terangnya.

Pembuatan bendung ini sebenarnya rutin mereka lakukan setiap puncak musim kemarau dan menjelang Musim Tanam (MT) pertama. Karena memang di masa-masa seperti sekarang ini debit air di 13 Desa menurun drastis dan tak mampu lagi untuk mengairi seluruh sawah di kawasan tersebut.

Meski rutin dilakukan, namun tahun ini secara tehnis dan biaya jauh lebih susah dan lebih mahal dibanding dengan tahun sebelumnya. Pasalnya, kedalaman dasar sungai tahun ini lebih dalam dibanding tahun lalu. Hal tersebut akibat dari ulah para penambang yang secara masif menyedot pasir sungai tersebut dengan peralatan modern.

“Dulu itu kedalamannya hanya 70 cm, tetapi sekarang sampai 3 meter,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya