SOLOPOS.COM - Seorang pembeli tanah tampak sedang memasukkan bongkahan-bongkahan tanah ke mobil pikap yang dibeli dari petani di Dusun Kenthongan, Desa Karangsewu, Galur, Selasa (9/9/2014). (JIBI/Harian Jogja/Holy Kartika N.S)

Harianjogja.com, KULONPROGO – Sebagian besar persawahan di Kecamatan Galur mulai mengalami kekeringan akibat musim kemarau yang berkepanjangan. Debit air untuk irigasi juga mulai berkurang, sehingga ladang menjadi tidak produktif. Akibatnya, petani terpaksa menjual sebagian tanah pertanian.

Sulaiman, 75, salah satu petani di Dusun Kenthongan, Desa Karangsewu mengatakan, lahan pertaniannya berada lebih tinggi dari sumber air untuk irigasi, sehingga dia kesulitan untuk mengalirkan air ke lahan tersebut.

Promosi Timnas Garuda Luar Biasa! Tunggu Kami di Piala Asia 2027

“Posisi tanah [sawah] terlalu tinggi dari sumber air, jadi saya kurangi tanahnya dengan dikeruk. Tujuannya, agar air bisa mengalir sampai ke sawah,” ujar Sulaiman saat ditemui di ladangnya, Selasa (9/9/2014).

Lebih lanjut dia memaparkan, sudah cukup lama areal persawahan tersebut kesulitan dialiri air. Agar lahan dapat lebih rendah, banyak petani di daerah itu yang mencoba mengeruk tanah pertanian miliknya. Akibatnya, bongkahan-bongkahan tanah kadang kala terbengkalai, karena petani kesulitan membuang tanah yang dikeruk tersebut.

“Kemudian ada petani yang menjual sisa tanah yang dikeruk, ada juga yang memberikan tanah tersebut secara cuma-cuma,” papar Sulaiman.

Sulaiman menambahkan pada musim kemarau seperti saat ini, banyak orang yang mencari tanah pertanian ke areal persawahan di Kecamatan Galur. Sejumlah orang bahkan memburu tanah sawah itu untuk keperluan pembangunan pondasi rumah, yakni sebagai tanah uruk.

“Kebetulan ada tukang uruk yang mau beli tanah. Hasil penjualan bongkahan tanah juga cukup lumayan. Satu pikap bisa dihargai sekitar Rp50.000, paling tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” imbuh Sulaiman.

Zainuri, 37, pembeli tanah yang dijumpai di persawahan setempat membenarkan kondisi lahan pertanian yang lebih tinggi dari sumber air irigasi membuat areal tersebut cenderung kekurangan air. Hal itu membuat banyak petani untuk memanfaatkan sisa tanah yang dikeruk untuk dijual sebagai tanah uruk. Bahkan, lanjut dia, bongkahan tanah liat tersebut ada yang dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan batu bata atau genting.

“Memang sedang cari tanah untuk uruk, ada yang pesan untuk membangun pondasi. Musim seperti ini memang banyak yang jual [tanah], sehari bisa sampai sepuluh pikap tanah yang diambil. Saya jual tanah itu ke pemesan atau pembeli sekitar Rp100.000 per pikap,” jelas Zainuri. Holy Kartika N.S

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya