SOLOPOS.COM - Warga melintas di depan Kantor Kelurahan Prenggan, Kecamatan Kotagede, Kota Jogja, Selasa (25/11/2014). Kelurahan tersebut menjadi percontohan implementasi pencegahaj korupsi oleh KPK. (JIBI/Harian Jogja/Uli Febriarni)

Harianjogja.com, JOGJA-Kelurahan Prenggan, Kecamatan Kotagede, Kota Jogja, dijadikan sebagai salah satu wilayah percontohan implementasi pencegahan korupsi berbasis keluarga. Warga kelurahan mempraktikkan nilai-nilai antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyeleksi dua lokasi pencegahan korupsi berbasis keluarga di DIY dan
Jawa Tengah, yakni Surakarta dan Jogja. Di Kota Jogja, nama Prenggan dimunculkan. Sosialisasi kawasan
percontohan dilakukan pada Jumat malam, 22 Agustus 2014. Jika Prenggan sukses, daerah berikutnya yang akan dijadikan kawasan percontohan adalah Badung (Bali) dan Bandung (Jawa Barat).

Promosi Banjir Kiper Asing Liga 1 Menjepit Potensi Lokal

Beberapa waktu lalu, Busyro Muqoddas, komisioner KPK, mengatakan Prenggan dijadikan kawasan percontohan karena keluarga di kelurahan itu menyimpan nilai kejujuran, kesederhanaan, dan kebersamaan yang tinggi. Menurutnya persemaian nilai kejujuran sesungguhnya ada dalam keluarga.

Mantan Lurah Prenggan yang sejak Jumat (21/11/2014) pekan lalu menjabat sebagai Lurah Gedongkiwo,
Supiyatun, mengatakan sebelum Prenggan menjadi kawasan percontohan, beberapa orang dari tim KPK datang dan tinggal selama beberapa waktu di Prenggan. Selanjutnya, sosialisasi kawasan percontohan pencegahan korupsi berbasis keluarga dilakukan di pendapa Kecamatan Kotagede.

Perempuan yang kerap dipanggil Upi itu kemudian mencontohkan pencegahan korupsi di Prenggan. Seorang ibu menyuruh anak membeli sesuatu dengan membekali mereka uang Rp10.000. Ternyata belanja hanya menghabiskan Rp8.000. Anak, kata Upi, dididik untuk melaporkan kelebihan sisa uang belanja tadi kepada ibu.

“Itu contoh simpel saja. Meski ujung-ujungnya si ibu mengatakan, ‘Sisa itu untuk adek’, tetapi si anak dididik untuk tetap lapor,” ucap dia di bekas ruang kerjanya yang serba hijau, Selasa (25/11/2014).

Surato, warga RW 5/RT 24, memiliki pandangan yang jauh lebih praktis. Ia tak henti-hentinya mengembangkan senyum kala menceritakan Adinda, putrinya yang berusia sembilan tahun. Suatu kali, Suroto mendapat tugas dari Kelurahan untuk memasukkan uang transportasi ke dalam amplop. Uang itu akan diserahkan kepada tamu dalam sebuah kegiatan yang diadakan Keluarahn. Ada beberapa amplop yang perlu diisi. Satu amplop berisi Rp15.000.

Saat itu, sengaja ia menambah satu lembar uang ke dalam amplop. Ia meminta tolong bantuan Adinda.

“Adinda ternyata mengembalikan selembar uang kelebihan yang saya taruh di sana. Padahal saya tidak pernah memberikan arahan, apalagi menyuruhnya seperti ini itu, sepertinya ibunya yang mengajarkan sikap itu,” ujar dia.

Menurut Suroto, istrinya sering ikut pelatihan pencegahan korupsi berbasis keluarga. Di lain kesempatan, Surato sengaja meletakkan uang secara sembarangan. Selama beberapa pekan, uang-uang tadi tak hilang.

“Berpindah posisi pun tidak. Tadinya saya kira akan diambil sama anak saya, ternyata enggak. Anak saya kemudian baru bilang minta uang sama saya, sewaktu dia memang butuh,” ujar dia.

Ia yakin kejujuran perlahan-lahan bisa tertanam dalam diri putrinya. Beberapa kali tes kejujuran yang ia berikan, anaknya selalu bisa melewatinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya