Jogja
Kamis, 12 Februari 2015 - 12:20 WIB

KERACUNAN BANTUL : DPRD : Apa Kontribusi Dong Young Tress?

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/dok)

Keracunan Bantul yang terjadi di Pabrik PT Dong Young Tress masih jadi perbincangan. Kali ini kontribusi perusahaan asal Korea itu untuk Bantul yang dipertanyakan

Harianjogja.com, BANTUL- Kontribusi PT Dong Young Tress terhadap Kabupaten Bantul dipertanyakan. Hingga saat ini, perusahaan yang santer diberitakan karena kasus keracunan ratusan buruh dua kali berturut-turut itu tidak sanggup merekrut tenaga kerja dari Bantul sesuai perjanjian.

Advertisement

Komisi D DPRD Bantul mempertanyakan apakah selama beroperasi pada 2008 lalu, PT Dong Young Tress telah memberi manfaat yang besar terhadap Kabupaten Bantul selain merekrut tenaga kerja.

“Apa kontribusi Dong Young Tress terhadap Bantul? Apa hanya cukup dengan merekrut tenaga kerja,” kata Ketua Komisi D DPRD Bantul Enggar Surya Jatmiko saat beraudiensi dengan manajemen PT. Dong Young Tress dan Pemkab Bantul Selasa (10/2/2015) lalu.

Miko menambahkan dari sisi tenaga kerja perusahaan asal Korea Selatan itu belum mampu memenuhi perjanjian kerjasama merekrut tenaga kerja mayoritas dari Kabupaten Bantul.

Advertisement

Kenyataannya, jumlah karyawan asal Bantul tidak sampai 50% dari total 2.000 lebih karyawan yang bekerja di pabrik pembuat rambut palsu itu.

“Kalau 50% saja tidak sampai ya ngapain [bekerjasama], kalau perusahaan hanya merekrut tenaga kerja dari Sleman, Klaten,” lanjutnya.

Anggota Komisi D DPRD Bantul Sigit Nursyam mengingatkan, Pemkab Bantul tidak hanya mempertimbangkan masalah investasi dan serapan tenaga kerja dengan kehadiran perusahaan-perusahaan besar. Namun juga harus mengontrol agar perusahaan tidak berlaku semena-mena terhadap pekerjanya serta memperhatikan kemanusiaan.

Advertisement

“Jangan hanya investasi-investasi tapi pekerjanya menderita dan perusahaannya melanggar UU ketenagakerjaan,” kata politisi PKS itu.

Di Dong Young Tress, Sigit mengungkapkan sejumlah fakta miris kondisi buruh perempuan di perusahaan itu. “Di sana sebagian buruh digaji dibawah UMK [upah minimum kabupaten], buruh perempuan yang ingin melahirkan harus keluar dari perusahaan, boleh bekerja tapi mulai lagi dari nol dengan penghasilan kecil, jadi hanya memikirkan perusahaan untung, untung dan untung,” tegas Sigit dengan nada marah.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif