SOLOPOS.COM - Ilustrasi ibu hamil (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Kesehatan masyarakat untuk ibu dan anak dapat ditingkatkan dengan pencegahan pernikahan dini.

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Perkumpulan Keluaga Berencana Indonesia (PKBI) Gunungkidul berharap Pemerintah Kabupaten terus berupaya melakukan pencegahan pernikahan dini. Hal tersebut penting, untuk menghindari risiko kematian ibu dan bayi saat melahirkan atau kemungkinan kekerasan dalam berumah tangga. (Baca Juga : KESEHATAN MASYARAKAT : Hamil Muda di Gunungkidul Tertinggi DIY)

Promosi Ongen Saknosiwi dan Tibo Monabesa, Dua Emas yang Telat Berkilau

Ketua PKBI Gunungkidul Elvita Dewi Wahid mengatakan, pernikahan dini memiliki beberapa risiko mulai dari aspek psikis, sosiologis hingga masalah kesehatan reproduksi. Dari kacamata medis, pernikahan tersebut berisiko terjadinya kematian saat proses melahirkan.

“Hal tersebut bisa terjadi karena belum matangnya organ reproduksi yang dimiliki,” kata Elvita dalam Seminar Kependudukan di Ruang Rapat I Setda Gunungkidul, Jumat (7/8/2015).

Selain risiko kematian, proses kelahiran dari ibu yang belum cukup umur dapat berpenggaruh terhadap kondisi Sumber Daya Manusia anak yang dilahirkan. Sementara itu, dari kacamata sosiologis, sementara dari kacamata sosial, para remaja ini emosinya masih labil sehingga kesiapan dalam manajemen dalam berkeluarga masih kurang.

Berdasarkan data Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Cabang Gunungkidul yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Kesehatan DIY di 2013 lalu, terdapat 1103 perempuan yang melahirkan di usia 15-19 tahun. Dari jumlah tersebut, 650 orang di antaranya merupakan warga Gunungkidul.

“Jika dilihat dari data, maka presentase ibu muda yang melahirkan di Gunungkidul merupakan yang tertinggi di DIY,” ungkapnya.

Dia pun berharap ada langkah konkret dari pemkab untuk melakukan upaya pencegahan. Beberapa cara yang dilakukan dengan meningkatkan lama sekolah dan mengkampanyekan setop pernikahan diri.

“Setidaknya dua cara ini bisa mengurangi. Khusus untuk pernikahan dini harus benar-benar di sosialisasikan, sebab di tahun lalu masih ada 148 pasangan yang mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama,” papar Elvita.

Sementara itu, Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Gunungkidul, Budi Astuti menambahkan usia terbaik untuk melahirkan berada di kisaran umur 25-30 tahun, dengan batas toleransi maksimal 35 tahun. Untuk penanganan kehamilan di bawah umur akan dilakukan penanganan secara khusus dengan melibatkan dokter spesialis kandungan.

“Kalau menemukan kasus seperti ini, biasanya bidan desa akan menyarankan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis,” tutur Dewi.

Dia menambahkan, hingga sekarang ada 3 kasus kematian ibu dan 13 bayi yang meninggal saat proses persalinan. Sementara di tahun lalu ada tujuh ibu yang meninggal dan 98 bayi yang meninggal dunia. “Untuk kasus Angka Kematian Bayi [AKB] didominasi karena kelahiran premature,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya