SOLOPOS.COM - Festival Antikorupsi di Kampus UGM, Selasa (9/12/2014). (Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja)

Kesenian Bantul kali ini berupa pentas teater kolosal.

Harianjogja.com, BANTUL-Sukses menggelar pentas teater kolosal di Graha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada (UGM) 2014 silam, tahun ini giliran Bantul yang menjadi tuan rumah digelarnya pentas yang diinisiatori oleh Dinas Kebudayaan DIY itu. Pentas bertajuk Pentas Teater Kolosal yang rencananya digelar di Lapangan Paseban, Sabtu (24/10/2015) malam itu mengambil lakon berjudul Rebutan Cupumanik Hasthagina.

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

Produser pertunjukan tersebut, Suharmono menjelaskan, pentas itu dijanjikannya akan ditampilkan jauh lebih megah dari pertunjukan sebelumnya. Meski masih mengadopsi konsep multimedia dan lintas genre, ia menegaskan pentas tersebut akan jauh lebih menghibur.

“Karena kami menampilkan lakon ini dengan pemain yang mayoritas anak muda. Bahkan anak-anak,” katanya saat menggelar jumpa pers di RM Aldan, Bantul, Rabu (21/10/2015) siang.

Dituturkannya, dari total 250 orang yang terlibat dalam pertunjukan itu, pihaknya memang sengaja menambah porsi pemain dari kalangan remaja dan anak-anak. Sedangkan untuk para seniman senior, ia memposisikan mereka lebih banyak pada posisi supervisi pertunjukan saja.

Itulah sebabnya, pentas itu nantinya akan menampilkan dialog-dialog yang tidak sepenuhnya berbahasa Jawa, melainkan akan dicampurinya dengan dialog dan slang-slang yang sudah populer di kalangan remaja. Selain itu, ia juga meminta kepada seluruh pemain untuk tak segan-segan membumbui dialog dengan humor-humor yang menghibur.

Tak hanya itu, pihaknya juga menampilkan iringan musik yang lebih kaya. Tidak hanya diiringi musik karawitan saja, lakon itu nantinya juga akan diiringi oleh iringan musik combo dan string. “Setidaknya ada 40 musisi yang terlibat,” imbuhnya.

Terpisah, Sutradara pertunjukan Ahmad Hasfi Asmaralaya menjelaskan, itu memang bercerita tentang kisah tiga bersaudara, yakni Sugriwa-Subali-Anjani yang saling berebut pusaka bernama cupumanik. Pusaka itu merupakan buah dari hasil perselingkuhan ibunya dan Bathara Surya.

Dikatakannya, pesan moral yang hendak disampaikannya dalam pentas lakon itu memang bersifat universal. Ia ingin menyampaikan bahwa kera yang merupakan wujud dari ketiga tokoh tersebut adalah simbol karakter yang selalu berambisi untuk saling berebut sesuatu yang bukan menjadi haknya. “[Pentas] Ini menyindir pihak-pihak yang selalu serakah berebut kekuasaan,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya