SOLOPOS.COM - Djaduk Ferianto (JIBI/dok)

Kesenian Jogja berupa Pasar Keroncong upaya lestarikan musik tradisional.

Harianjogja.com, JOGJA-Pasar Keroncong Kotagede 2015 menjadi harapan terakhir Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY untuk melestarikan musik keroncong di Jogja. Pentas musik keroncong yang digelar selama ini tidak pernah memenuhi keinginan dinas karena hasilnya selalu sama, kurang memasyarakat.

Promosi Meniti Jalan Terakhir menuju Paris

Kepala Bidang Seni Tradisi dan Film DIY Setiawan Sahli mengungkapkan musik keroncong sudah dipentaskan bertahun-tahun dengan konsep berkeliling, akan tetapi hasilnya kurang memuaskan. Pada 2014, konsep diubah dengan menempatkan pentas keroncong di Rumah Gamelan.

“Tetapi sama saja dan akhirnya diputuskan pada 2015 kegiatan tersebut dihentikan,” ujarnya dalam jumpa pers di Omah Dhuwur, Kamis (10/12/2015).

Ia menuturkan, seniman Djaduk Ferianto mendatanginya dan menawarkan konsep pentas keroncong yang belum pernah ada. Setelah melewati diskusi, akhirnya kegiatan ini pun digelar dan menjadi tumpuan Disbud DIY supaya musik ini tetap bisa lestari.

Konsep yang ditawarkan mirip dengan Ngayogjazz sehingga diharapkan musik ini tidak lagi berkonotasi orangtua melainkan juga anak muda.Ketua panitia Alfan Farhan menuturkan Pasar Keroncong Kotagede 2015 akan digelar di seputar Pasar Kotagede, Sabtu (12/12/2015) mulai pukul 16.00 sampai 24.00 WIB. Tiga panggung utama, yakni Panggung Loring Pasar di Utara Pasar Kotagede, Panggung Sayangan di Kampung Sayangan Utara Masjid Besar Mataram, dan Panggung Sopingen di halaman pendopo Sopingen akan diisi belasan orkes keroncong, antara lain, Sinten Remen,
Violet, Sorlem, dan sebagainya.

“Ada juga bintang tamu Iga Mawarni, Subarjo HS, dan Didik Nini Thowok,” tuturnya.

Akademisi sekaligus pengamat keroncong Victor Ganap menjelaskan asal musik keroncong masih menjadi perdebatan di sebagian kalangan.

“Banyak yang beranggapan ini bukan musik asli Indonesia,” ujarnya. Meskipun demikian, ia meyakini keroncong berasal dari Indonesia sekalipun alat musiknya bermula dari pelaut-pelaut Portugis. Cak dan cuk, kata Victor, asli Indonesia dan sudah berkembang sejak abad ke-17, sementara ukulele yang identik dengan keroncong baru muncul dan terkenal di Hawai pada abad ke-19.

Diungkapkannya, seniman Indonesia Kusbini berhasil mengkomposisikan keroncong dengan nada yang mengadopsi gending Jawa.

“Harus ada upaya pelestarian musik asli Indonesia ini supaya ada pengakuan dari dunia melalui Unesco,” kata Victor.

Meskipun demikian, pengakuan dunia bukan melalui pengajuan proposal ke Unesco, melainkan melalui banyaknya kegiatan atau pentas keroncong di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya