Kicak, makanan yang hanya ada saat Ramadan ini sering membuat ketagihan bagi yang pernah mencicipi. Kicak terbuat dari jadah (ketan yang ditumbuk halus), gula, parutan kelapa, nangka, pandan dan vanili. Rasanya manis pas di lidah orang Jawa.
Kicak banyak dijual di Pasar Sore Ramadan Kauman. Begitu menginjakan kaki di pasar sore tersebut, sejumlah pedagang pun saling berebut menawarkannya, “kicak-kicak”.
Pasar itu berada di salah satu sudut kota Jogja, beberapa meter ke barat dari Titik Nol Kilometer. Kampung itu berada di Kecamatan Gondomanan, Kota Jogja. Pasar itu memanfaatkan lorong sempit di Kampung Kauman.
Menjelang sore, pasar itu sudah dipadati pengunjung. Pada siang hari, pedagang biasanya baru menata lapak-lapak mereka. Adapula sebagian warga yang masih sibuk memasak menyiapkan jajanan yang akan mereka jual.
Seperti terlihat di rumah Mbah Wono, 75, belum lama ini. Siang itu rumahnya begitu ramai sementara ia hanya duduk mengamati anaknya Walidah, dengan dibantu beberapa tenaganya membungkus kicak dengan daun pisang. Tubuhnya yang semakin renta itu memaksanya mewariskan ilmu pembuatan kicak kepada anaknya.
Mbah Wono mengaku membuat kicak pada 1950. Saat itu, ia yang sehari-hari berjualan sayur berinisiatif membuat makanan yang lain dari biasanya untuk berbuka puasa. Sejak Mbah Wono menciptakan kicak, banyak warga yang berminat membelinya. Bilik kecil Mbah Wono selalu ramai didatangi pembeli. Mulai saat itulah, orang-orang sekitar mulai meniru untuk memproduksi kicak dan menjualnya saat Ramadan.
Pada akhirnya kicak mulai memasyarakat di Jogja sebagai penganan khas Ramadan dan hanya bisa ditemukan di Kampung Ramadan Kauman. (ali)