Jogja
Rabu, 22 Agustus 2012 - 09:57 WIB

KISAH INSPIRATIF: Dalam Keterbatasan, Ardina Raih Bidik Misi di UNY

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ardina diampit pengurus Panti Yaketunis (JIBI/Harian Jogja/Mediani Dyah Natalia)

Ardina diampit pengurus Panti Yaketunis (JIBI/Harian Jogja/Mediani Dyah Natalia)

Keterbatasan fisik maupun ekonomi tidak akan menjadi halangan untuk meraih mimpi. Inilah yang dirasakan Ardina. Seorang gadis penyandang low vision tetapi memiliki kegigihan menempuh pendidikan tinggi. Bermodal ketekunan dan tekad kuat, gadis kelahiran 23 November ini berhasil mendapatkan “tiket” kuliah gratis di UNY.

Advertisement

Ardina, putri asli Wonogiri, jawa Tengah ini bertutur ia mengalami keterbatasan penglihatan sejak bayi. Menurut dokter yang merawatnya, kelainan ini disebabkan katarak. Pengobatan diakuinya tidak dapat dilakukan lantaran, ayahnya yang bernama Mispan Sutrisno, hanya seorang petani musiman. Praktis pendapatan yang ada dipergunakan untuk memenuhi biaya sehari-hari bersama keempat saudara Ardina yang lain.

Ketika rezeki datang menjenguk, Mispan dan istrinya, Soginah berupaya memeriksakan gadis 20 tahun ini ke dokter. Malang hanya dalam waktu lima tahun, katarak itu semakin menjadi. Dokter pun angkat tangan. Sejak saat itu, Ardina harus menerima kenyataan dan belajar melihat dunia dengan cara yang berbeda bersama kakak keduanya yang tuna netra. “Sejak kecil saya harus menerima kenyataan jika saya ini berbeda,” tutur dia kepada Harian Jogja, Rabu (15/8).

Advertisement

Ketika rezeki datang menjenguk, Mispan dan istrinya, Soginah berupaya memeriksakan gadis 20 tahun ini ke dokter. Malang hanya dalam waktu lima tahun, katarak itu semakin menjadi. Dokter pun angkat tangan. Sejak saat itu, Ardina harus menerima kenyataan dan belajar melihat dunia dengan cara yang berbeda bersama kakak keduanya yang tuna netra. “Sejak kecil saya harus menerima kenyataan jika saya ini berbeda,” tutur dia kepada Harian Jogja, Rabu (15/8).

Beruntung kedua orangtua selalu mendukung tumbuh kembang anak. Ardina kecil tetap dimasukan ke sekolah umum di SDN Suci Maguwan, Pracimantoro, Wonogiri kala berusia tujuh tahun. Anugerah kembali ’mengguyur’ gadis ini karena memiliki teman dan guru yang selalu mendampingi. Saat butuh bantuan, teman dan guru bersedia menemani dan dengan sabar membacakan tugas maupun soal ujian.

Selepas SD dan atas rekomendasi kakak iparnya, ia meneruskan pendidikan ke MTs Yaketunis (Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam) Jogja. Sejak saat itu, ia belajar mandiri dengan hidup jauh dari orangtua dan tinggal di asrama.

Advertisement

Dari pendidikan menengah pertama ini, Ardina meneruskan pendidikan di MAN Inklusi Maguwoharjo. Setiap hari setidaknya ia menghabiskan waktu dua jam untuk pulang pergi dari asrama ke sekolah.

Selama meneruskan pendidikan menengah atas, Ardina mengakui memang tidak memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan menggondol gelar juara. Namun, ia berusaha konsisten dengan mempertahankan nilai-nilainya setiap semester.

Agar memiliki keterampilan lain, Ardina juga mengikuti sejumlah kegiatan seperti tenis meja dan lari. Bahkan, gadis ini berhasil menjadi juara pertama lomba tenis meja tunanetra putri tingkat Provinsi DIY dan juara pertama dalam seleksi daerah untuk lomba lari tunanetra.

Advertisement

Ketika pendidikan semakin tinggi, orangtuanya mulai bergeming. Himpitan ekonomi mengakibatkan keduanya semakin berat menanggung biaya pendidikan Ardian. Sempat kedua orangtuanya meminta ia menunda mimpi pada tahun depan.

Berkat keuletannya, guru BK di Man Iklusi Maguwoharjo, mendaftarkan dara ini ke program Bidik Misi UNY untuk jurusan Pendidikan Luar Biasa. Kala pengumuman SNMPTN jalur undangan tercetak di surat kabar dan gurunya membaca ada nama yang tidak asing, gadis ini sempat tertegun. “Kaget. Sempat tidak percaya,” jelasnya dengan suara parau. 

Mencicipi Kuliah

Advertisement

Ketidakpercayaan ini akhirnya pupus, saat ini mencicipi secara langsung kehidupan perkuliahan lewat ospek pekan lalu. Lagi-lagi kesungguhan Ardian membuahkan hasil. Pasalnya ia mendapat teman-teman maupun kakak tingkat yang selalu membantu saat dibutuhkan.

Ketika ditanya keinginan terbesar, dengan cepat ia menjawab ingin segera lulus dan menjadi guru SLB di desa-desa yang membutuhkan. Dengan kemampuan dan pengalaman selama ini,ia berdoa dapat secara nyata membantu ABK-ABK lain yang akan dijumpainya di masa depan. Lewat pengalaman Ardian, setidaknya setiap orang saat ini dapat belajar sesuatu. Ternyata kegelapan tidak menghalangi seseorang untuk menuntut ilmu. 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif