SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Istimewa/Reuters)

Kisah inspiratif datang dari seorang polwan di Jogja

Harianjogja.com, JOGJA – Untuk mengungkap jaringan pelaku peredaran narkoba tidak bisa disamakan dengan mengungkap pelaku kriminal biasa. Karena jika salah bisa-bisa polisi yang tertuduh.

Promosi Tragedi Bintaro 1987, Musibah Memilukan yang Memicu Proyek Rel Ganda 2 Dekade

Karena itu terkadang atribut kepolisian perlu ditanggalkan untuk mengungkap kejahatan narkoba yang masuk katagori eksta ordinari crime tersebut.

Dwi Astuti Handayani, salah satu anggota Kesatuan Reserse Narkoba Kepolisian Resort Kota Jogja berbagi cerita seputar pengungkapan kasus narkoba kepada Harianjogja.com.

Ia merupakan kepala unit I tim perburuan kejahatan narkoba Polresta Jogja yang mendapat penghargaan dari Kapolresta Jogja setelah mengungkap 1 kilogram ganja pada Maret 2015 lalu.

Hampir setiap hari ibu dari seorang anak ini berkerja diluar jam dinas. Bahkan lebih sering mengorbankan waktu luang keluarganya untuk bertugas.

“Menangkap pelaku kejahatan naroba tidak bisa dibatasi waktu, justeru lebih sering dilakukan diluar jam dinas,” ucap Dwi, Jumat (22/4/2016) pekan lalu.

Hal itu juga yang dilakukan Dwi bersama timnya saat mengungkap jaringan peredaran narkotika jenis ganja selama semalamaan dan menghasilkan enam tersangka pada Rabu (30/3/2016) lalu sampai dini hari.

Penangkapan tersebut bermula dari informasi salah satu tersangka yang sudah tertangkap adanya pesta ganja di sebuah rumah kontrakan di Depok, Sleman.

Namun dari enam tersangka yang ditangkap, tiga di antaranya hanya direhabilitasi karena terbukti hanya pengguna pertama kali. Sementara tiga tersangka lainnya ditangkap

Menurut Dwi, menangkap jaringan narkoba diperlukan kehati-hatian, karena mengharuskan adanya barang bukti. Karena itu terkadang penyamaran pun perlu dilakukan. Dwi pernah menyamar sebagai perempuan pekerja seks komersial (PSK) yang bisa masuk ke tempat hiburan.

Penyamaran sebagai PSK juga pernah ia lakukan saat akan menggerebek dugaan adanya transaksi narkotika di sebuah hotel di Jogja pada 2014 lalu. Dwi bersama tim yang sudah disusun rapi menuju ke hotel, beberapa anggota lainnya menunggu diluar. Dengan perasaan berdebar, Dwi berpura-pura telah dipesan oleh salah seorang yang dia masuki kamarnya tersebut.

Namun karena terlalu beresiko, beberapa anggota timnya langsung melakukan penggerebekan akhirnya tidak membuahkan hasil. Perempuan kelahiran Jogja 1974 tahun lalu itu juga pernah menyamar menjadi pasien pengobatan tradisional setelah mendapat informasi adanya transaksi sabu-sabu di sebuah klinik pengobatan kejantanan.

Ia bersama anggotanya berpura-pura sebagai suami isteri yang akan berkonsultasi. Saat target meminda Dwi menanggalkan pakaiannya, Dwi langsung mengaku polisi, kemudian menggeledah stiap sudut klinik tradisional tersebut, namun hanya menemukan bungkus yang diduga bekas sabu-sabu.

Penyamaran yang dilakukan selama lebih kurang enam tahun di Satuan Reserse Narkoba memungkinkan jaringan yang sudah tertangkap mengetahui identitas dirinya karena sudah resiko seorang polisi. Namun baginya tidak menjadi persoalan. Ia bertekad untuk terus memberantas peredaran narkoba, khususnya di Kota Jogja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya