SOLOPOS.COM - Mbah Bedjo saat memainkan salah satu suling bambu buatan tangannya sendiri. (Mayang Nova Lestari/JIBI/Harian Jogja)

Kisah inspiratif datang dari seorang abdi dalem Kraton Pakualaman

Harianjogja.com, SLEMAN — Bedjo Salim Rusdi, 76, memegang alat musik tradisionalnya erat. Orang-orang di sekitarnya yang akrab memanggilnya dengan sebutan mbah Bedjo memperhatikan dengan seksama dan mendengarkan dengan wajah riang alunan  musik nyaring yang ditiupkanya merdu lewat suling bambu.

Promosi Antara Tragedi Kanjuruhan dan Hillsborough: Indonesia Susah Belajar

Menjadi abdi dalem sejak 31 tahun lalu menjadi awal mula bagi Mbah Bedjo mengenal alat musik suling bambu yang dimainkannya tersebut. Dalam kesehariannya dulu, ia tergabung di barisan prajurit bergada Pura Pakualaman Jogja. Namun semenjak 2011 lalu, ia merasakan janggal pada kedua kakinya.

Ia merasa kedua kakinya tak lagi mampu menopang berat badannya lebih lama dari biasanya, terlebih untuk mengikuti irama dan perjalanan pawai bergada yang kerap digelar untuk menghibur rakyat. Akhirnya ia memilih untuk beristirahat kemudian beralih sebagai penjaga pura pakualaman saja.

“Saya sebutannya kini ya hanya sebagai pekerja serabutan di Pura Pakualaman, ya menyapu, ya memeriksa lampu-lampu yang mati,” kata dia saat dijumpai Harianjogja.com pada suatu pentas komunitas alat musik bambu DIY di Godean beberapa waktu lalu.

Sejak itu, ia bekerja di pura pakualaman setiap harinya hanya berlangsung setengah hari saja. Kondisi fisiknya memaksanya untuk beristirahat lebih banyak waktu lagi. Sejak pagi hingga pukul 12.00 WIB ia mengabdikan diri di Pakualaman untuk mengerjakan seluruh pekerjaan yang dapat ia kerjakan semampunya, selepas itu ia menghabiskan waktu untuk merangkai suling bambu.

“Di rumah saya membuat suling untuk bergada rakyat. Kalau ada yang pesan ya saya buatkan, kalau tidak ada ya saya rangkai-rangkai saja,” katanya.

Mbah Bedjo mengaku telah tertarik dengan alat musik bambu sejak ia berusia kanak-kanak. Sejak kecil ia sudah terbiasa memainkan musik suling bambu. Ketertarikannya sejak dulu tersebutlah yang pada akhirnya membawanya hingga kini tetap bersahabat dengan suling bambu. Mbah Bedjo mengakui bahwa kegiatannya dalam membuat suling sebagai bentuk peran sertanya untuk menangkal produk alat musik buatan luar negeri.

“Saat ini kita tau semua ya, alat musik banyak berdatangan dari luar negeri. Dengan kemampuan ini saya Cuma berusaha ikut melestarikan,” kata Mbah Bedjo.

Di rumahnya pun musik bambu rajin terdengar di telinga warga sekitar karena terbentuknya orkes bambu bernama kelompok orkes ‘Ojo Dumeh’. Membesarkan ‘Ojo Dumeh’, kelompok alat musiknya yang berwujud kentongan tersebutlah menjadi salah satu usaha yang dilakukan mbah Bedjo untuk terus mengumandangkan alunan bambu di lingkungan rumahnya dulu.

Mbah Bedjo dan sulingnya, nyatanya tak ingin berhenti sampai di situ saja. Giat upacara Bekakak yang digelar di Gamping, Sleman pun kerap menggunakan properti suling bambu buatannya. Beberapa karyanya pun telah beberapa kali dipesan oleh Keraton Surakarta.

“Saya kerjakan sendiri setiap membuat bambu, anak saya cuma membelikan bahan-bahannya saja,” kata dia.

Selain tergabung dalam Orkes ‘Ojo Dumeh’, ia juga tergabung dalam Komunitas Suling Bambu Nusatara sejak Februari 2016 silam. Selain itu, aktifitasnya sehari-hari tak lepas untuk terus memproduksi suling bambu. Dalam sehari ia dapat menyelesaikan lima hingga enam suling bambu dengan tangannya sendiri, demi memenuhi pesanan dari berbagai pihak.

Harganya sejak 2004 lalu yang hanya Rp12.000 per buah, kini ditawarkan seharga Rp50.000 untuk setiap suling. Sayangnya, ia mengaku sampai saat ini belum terlihat bakat menurun pada anak dan cucunya yang berjumlah puluhan.

“Anak saya delapan, cucu 20, cicit 16. Hingga kini belum ada yang meneruskan secara pasti namun saya tahu mereka tertarik untuk ini [melanjutkan Mbah Bedjo membuat suling],” kata dia.

Kini, Mbah Bedjo aktif sebagai abdi dalem di pura pakualaman. Sejak 1986 lalu ia telah mengalami tiga generasi masa pemerintahan Pakulaman yakni Pakualam VIII,IX, dan X ia mengaku akan terus berada di Pakulaman untuk melanjutkan pengabdiannya juga meneruskan karya suling bambunya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya