Jogja
Rabu, 7 September 2016 - 13:20 WIB

KISAH INSPIRATIF : Rifal, Bocah SD Asal Gunungkidul Ini Bantu Ekonomi Keluarga dengan Berjualan Es Lilin

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Rifal Dwi Kurniawan (11), siswa kelas 4 Sekolah Dasar (SD) Trowono III, Saptosari, Gunungkidul terbiasa berjualan es lilin kacang hijau di sekolahnya. (Mayang Nova Lestari/JIBI/Harian Jogja)

Kisah inspiratif datang dari Rifal, bocah asal Gunungkidul yang berjualan es demi membantu ekonomi keluarga

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Siang hari yang terik di sebuah jalan berbatu dan menanjak di pinggir Jalan Jalur Lintas Selatan Saptosari, Gunungkidul, Rifal Dwi Kurniawan mempercepat langkah menuju jalan pulang. Sesekali ia berjinjit menghindari kerikil-kerikil tajam agar tak terinjak kaki kecilnya yang telanjang.

Advertisement

Ada yang berbeda dengan Rifal, sepulang sekolah bukan mainan atau jajanan pelepas dahaga yang ia genggam, namun sebuah termos berisi es lilin bekal jualannya di sekolah.

Rifal Dwi Kurniawan (11), siswa kelas 4 Sekolah Dasar (SD) Trowono III, Saptosari, Gunungkidul terbiasa menjalani hari-hari dengan berjualan es lilin kacang hijau di sekolahnya. Keseharian tersebut sudah dilakoninya sejak ia duduk di kelas dua SD. Setiap pagi, Rifal memulai pagi harinya dengan berangkat sekolah sembari membawa sebuah termos berisi es lilin yang akan dijual kepada teman-temannya di sekolah.

Advertisement

Rifal Dwi Kurniawan (11), siswa kelas 4 Sekolah Dasar (SD) Trowono III, Saptosari, Gunungkidul terbiasa menjalani hari-hari dengan berjualan es lilin kacang hijau di sekolahnya. Keseharian tersebut sudah dilakoninya sejak ia duduk di kelas dua SD. Setiap pagi, Rifal memulai pagi harinya dengan berangkat sekolah sembari membawa sebuah termos berisi es lilin yang akan dijual kepada teman-temannya di sekolah.

“Nggak pernah malu jualan es lilin, senang bisa bantu ibu cari uang,” kata Rifal, Selasa (6/9/2016).

Ibu kandung Rifal, Mundiarti mengatakan sangat bangga dengan anak nomor duanya tersebut. Sejak usia 15 bulan, Mundiarti harus membesarkan Rifal tanpa sosok ayah karena suaminya harus mencari nafkah di negeri seberang, Malaysia.

Advertisement

Mundarti pun mengaku tak tau banyak yang menjadi pekerjaan suaminya, yang tak sering mengirimkan uang untuk biaya hidup keluarga di kampung halaman, sehingga ia harus berusaha keras mencari tambahan pemasukan untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah dua anaknya.

“Untuk itu, saya ajarkan kepada Rifal dan abangnya untuk hidup mandiri, sederhana, dan apa adanya,” kata Mundiarti saat Harianjogja.com bertandang ke rumahnya di Dusun Baros Kidul, Desa Monggol, Saptosari, Selasa (6/9/2016).

Advertisement

Mundiarti bercerita, sejak dulu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ia memang membuat es lilin untuk kemudian dititipkan di warung-warung dekat rumah tinggalnya. Kemudian, dirasa kebutuhan terus meningkat akhirnya Mundiarti beralih profesi menjadi pekerja di sebuah toko pakaian dalam wanita di wilayah Giwangan, Jogja.

Namun, gaji yang ia terima setiap bulan bukannya menutup kebutuhan justru semakin berat operasionalnya. Selain itu, kedua anak yang ia tinggalkan di Gunungkidul pun menjadi lepas dari perhatiannya. Terpaksa, Mundiarti harus meninggalkan pekerjaan dan kembali ke Gunungkidul untuk membuat es lilin.

Mundiarti sangat bersyukur Tuhan mengaruniai anak-anak yang tak keberatan untuk hidup berkecukupan bersamanya. Rifal, anak bungsunya pun tak banyak meminta macam-macam selain untuk kebutuhan sekolah karena sudah memahami keterbatasan ekonomi ibunya.

Advertisement

Bersambung halaman 3

Tanda pulang sekolah berbunyi, seperti hari itu Rifal segera pulang ke rumahnya dengan tanpa alas kaki. Sepatu ia lepaskan kemudian ia jinjing di tangan kirinya, sementara termos berisi es lilin kacang hijau ia tenteng di tangan kanannya.

Sesampainya di rumah, Rifal menyerahkan termos es lilin kepada ibunya, kemudian berganti baju untuk menjaga seragam sekolahnya agar tetap bersih dan putih. Siangnya ia habiskan dengan bermain enggrang dari bambu sederhana di halaman rumah bersama teman-teman sebayanya.

“Setiap hari saya bawakan sekitar 30 batang es lilin, nggak selalu habis terjual. Kayak hari ini cuma laku satu buah, anaknya ditanya kenapa nggak laku bukannya sedih malah tertawa,” kata Mundiarti tertawa sembari mengusap kepala Rifal.

Getir kehidupan tak pernah dirasakan oleh Rifal. Ibunya tak membiasakan hidup berfoya-foya. Keinginan membeli mobil-mobilan pun hanya ia pendam, kadang ia dapatkan namun tak sesering anak laki-laki kebanyakan. Senyum Rifal terus mengembang meski harus belajar sambil berjualan es lilin.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif