SOLOPOS.COM - Ilustrasi kasus HIV/AIDS (Dok/JIBI/Solopos)

Mereka hampir putus asa saat divonis dokter mengidap Human immunodeficiency virus (HIV). Kematian terbayang di depan mata. Beruntung, berkat dukungan orang-orang di sekitar, mereka berusaha bangun dan melanjutkan hidup.

Sekarang, bagi mereka HIV bukanlah hantu, melainkan teman menjalani waktu.

Promosi Primata, Permata Indonesia yang Terancam Hilang

Sepotong cerita duka disampaikan Niken Larasati (bukan nama sebenarnya) kepada Harian Jogja, belum lama ini. Dengan suara bergetar, ia berkata, “Suamiku dulu meninggal karena AIDS.”

Tak hanya itu, penyakit mematikan tersebut rupanya juga tengah menggerogoti sistem imun tubuhnya dan Mawar (bukan nama sebenarnya), buah hatinya dengan almarhum suami.

Bermula pada 2008 silam saat suaminya sakit dan dirawat di rumah sakit. Semakin lama kondisi suaminya kian memburuk. “Saat itu dokter curiga melihat tanda-tanda HIV pada suami saya,” ujarnya.

Terlebih, menyimak latar belakang suami yang merupakan mantan pecandu narkoba. Kekhawatiran tersebut terjawab lewat tes darah yang dilakukan pihak rumah sakit swasta di Jakarta.

“Betul, suami saya mengidap AIDS,” kenangnya. Setelah lima bulan, sang suami tak tertolong lagi.

Niken merasa sangat terpukul dengan kematian suaminya. “Saya sempat ling-lung waktu itu, hingga akhirnya jatuh sakit. Awanya saya pikir hanya diare biasa, tapi kok sudah tujuh bulan tak sembuh. Akhirnya saya melakukan tes darah, hasilnya saya positif terpapar HIV,” ceritanya.

Niken pun sesegera mungkin melakukan tes darah pada putri semata wayangnya. “Saya tak ingin anak saya mati konyol seperti bapaknya,” ungkapnya lagi.

Sialnya, hasil tes darah Mawar menunjukkan bahwa ia juga terkena HIV. “Saya rasanya ingin menjerit sekuat tenaga saat mendengar kabar dari dokter. Saya tak terima anak saya yang masih balita, tak tahu apa-apa tiba-tiba harus menderita seperti itu,” tuturnya.

Namun, Niken berusaha untuk tetap tegar. “Saya senantiasa meyakinkan diri bahwa saya harus tetap berjuang melawan penyakit ini. Saya juga harus memberi kekuatan pada anak saya, terlebih sejak kematian suami,” katanya.

Siang dan malam ia berupaya menjalani hidup laiknya orang sehat lainnya. Pasca-meninggalnya suami, Niken memang terpaksa tinggal dengan mertua.

“Selang beberapa bulan, saya merasa mulai ada perubahan sikap dari keluarga. Biasanya ngerumpi bareng, tiba-tiba menghindar. Mesin cuci dipisah, bahkan makanan pun dibedakan,” ceritanya.

Merasa terdiskriminasi, Niken akhirnya membawa pergi anaknya. Menyewa sebuah rumah sederhana di daerah Gedongtengen, Jogja. Dia berupaya merajut kembali kehidupannya. Sejak positif HIV dan kerap menerima perlakuan tak baik, dia sering berkonsultasi dengan Kepala Puskesmas Gedongtengen, Tri, yang bersedia menolong pasien.

“Saya sering dikuatkan beliau, bahwa tak semua penderita AIDS memiliki latar belakang yang jelek seperti pecandu narkoba atau seks bebas. Bisa saja mereka menderita AIDS lantaran tertular orangtua atau suami. Bisa pula lewat tranfusi darah yang tak hati-hati,” ungkapnya.

Kini Niken berusaha tetap optimistis dan menikmati hidup. “Saya tetap bekerja seperti orang normal. Anak saya membutuhkan saya,” ujarnya.

Beruntung, kini dengan penghasilan yang ia miliki, ia mampu menyicil rumah sendiri. “Pelan-pelan saya menabung untuk saya dan anak. Harapannya, Mawar bisa terus berjuang, bisa sekolah tinggi seperti teman-temannya yang lain,” pungkasnya.

 

Kisal lain penderita HIV/AIDS : Rutin Minum Obat, Yan Tak Tularkan HIV pada Anak dan Istri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya