SOLOPOS.COM - Darto Harjono alias Dono, salah satu perajin gamelan yang hingga kini masih bertahan memproduksi alat musik tradisional tersebut. (JIBI/Harian Jogja/Bhekti Suryani)

Harianjogja.com, BANTUL-Perajin gamelan asli Bantul, Dono mengaku tidak mau sembarangan membuat alat musik tradisional. Sebab hal tersebut berkaitan dengan kualitas. Tapi karena alasan itu, gamelan buatannya dijual dengan harga di atas rata-rata.

Seperangkat gamelan antara lain terdiri dari alat musik gender, peking, saron, demung, kenong, kempul, gong, sungukan, bonang, selentem, penerus, gendang, rebab, siter dan kempiang dapat dijual seharga Rp400 juta. Itu khusus untuk gamelan kualitas super karena dibuat dari bahan perunggu serta dengan proses pengerjaan yang sangat halus. Harga semakin turun bila kualitas gamelan dikurangi antara lain dibanderol Rp300 juta, Rp250 juta hingga Rp120 juta. Dono juga biasa menjual hanya satu set salah satu alat musik gamelan seperti gender dengan harga Rp8 juta.

Promosi Skuad Sinyo Aliandoe Terbaik, Nyaris Berjumpa Maradona di Piala Dunia 1986

“Paling banyak pesanan itu justru hanya satu alat musik, tidak seperangkat. Kalau seperangkat setahun belum tentu ada,” imbuhnya.

Dalam sebulan, tiga hingga empat alat musik bisa ia produksi memenuhi permintaan konsumen. Konsumen dari luar daerah bahkan manca negara seperti Jepang pernah membeli gamelan Dono. Membuat gamelan menurutnya membutuhkan waktu lama. Apalagi bila yang dipesan sebanyak satu perangkat. Masa pengerjaannya memakan waktu tiga hingga empat bulan.

Padahal saat ini, tidak banyak orang yang paham betul seluk beluk pembuatan gamelan. Dono sendiri misalnya mempekerjakan tenaga tetap hanya empat orang. Di antaranya adik dan salah satu anaknya lantaran dianggap cukup paham keterampilan membuat barang tersebut. Dengan terbatasnya sumber daya, ia memilih bertahan. Semangatnya tidak lagi soal ekonomi agar bertahan hidup namun lebih pada upaya menguri-uri atau melestarikan budaya dan kesenian tradisional Jawa.

“Kendalanya itu juga modal, dana untuk membuat gamelan itu besar, tapi sekarang semangat saya adalah melestarikan budaya, mau tidak mau harus bertahan,” paparnya.

Minimnya produksi gamelan juga sempat diungkapkan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X saat membahas rendahnya serapan dana keistimewaan. Dalam setahun, DIY hanya mampu memproduksi tujuh hingga delapan perangkat gamelan lantaran minimnya empu pembuat gamelan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya