SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Mengadu nasib di negara orang tak selalu menyisakan kepedihan. Mereka juga kerap membawa kisah manis ke negeri sendiri. Berikut kisah yang dihimpun wartawan Harian Jogja, Kusnul Isti Qomah.

Dengan telaten Mamik Susanti, 27, menyetrika satu per satu baju. Menyemprotkan pewangi, dan menggerusnya dengan setrika yang panas.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Ia ditemani seorang wanita seusianya. Teman itu sibuk memasukkan baju kotor ke mesin cuci di samping Mamik. “Ya begini ini kerjaannya,” ucap Mamik sambil tersenyum di ruang kerjanya di Claris Laundry, Dusun Sumuran, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Jumat (28/3/2014).

Wanita yang juga akrab disapa Santi itu membuka usaha laundry alias jasa cuci baju sejak empat bulan lalu. Usahanya cukup lancar. Setiap hari hampir selalu ada warga yang menggunakan jasa laundry milik ibu satu anak ini.

“Hasilnya lumayan. Satu bulan bisa dapat Rp2 juta,” lanjutnya.

Selain memiliki usaha laundry, Santi juga membuka tambal ban yang dikelola suami. Semua itu tak ia dapatkan dengan mudah. Usaha yang ia rintis ini harus ditebus dengan keprihatinan yang luar biasa dan kerja keras.

Santi merupakan salah satu pahlawan devisa yang bekerja di Hong Kong selama dua tahun. Perjuangannya menjadi pembantu rumah tangga di negeri orang tidak mudah.

Ia harus menangis selama satu bulan karena mesti beradaptasi dengan budaya negara lain dan menahan rindu dengan keluarga. Ia juga sering kena marah sang majikan.

“Di sana [Hong Kong] harus disiplin. Harus cepat memahami maksud majikan. Salah sedikit kena marah tapi hitungannya majikan saya baik hati,” tutur wanita yang mengaku ingin menjadi TKI untuk mengubah kehidupan ekonomi ini.

Selama dua tahun di Hong Kong ia harus makan nasi dengan sayur kangkung dan lauk sosis. Ia juga bersepakat dengan majikannya hanya mendapatkan jatah libur setengah hari selama sebulan.

Jatah libur yang tak dipakai akan diganti dalam bentuk upah oleh sang majikan. Hampir seluruh waktunya digunakan untuk bekerja. Ketika libur ia biasa pergi ke pusat perbelanjaan atau taman bermain.

Selama menjadi TKI, ia juga harus meninggalkan suami dan anaknya yang masih berusia 2,5 tahun. Ia berangkat akhir 2011 lalu dan kembali ke Tanah Air akhir November 2013. “Benar-benar harus prihatin tapi hasilnya sekarang saya bisa buka usaha sendiri,” tuturnya.

Santi pulang tidak dengan tangan kosong. Dengan modal uang Rp100 juta ia kemudian membangun sebuah rumah, membuka usaha laundry dan tambal ban. Sesuai cita-citanya semula, menjadi mandiri.

“Dengan menjadi TKI bisa mengumpulkan modal untuk membuka usaha seperti yang saya inginkan,” ucap Santi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya