SOLOPOS.COM - Mukijo terbaring di tempat tidur saat menunggu antrian untuk mendapatkan pelayanan kesehatan terpadu, jaminan kesehatan khusus (Jamkesus) di depan Aula Pemkab II Bantul di Manding, Rabu (31/8/2016). (Irwan A. Syambudi/JIBI/Harian Jogja)

Kisah tragis dialami Mukijo, warga Bantul korban gempa bumi 2006

Harianjogja.com, BANTUL- Mukijo sudah tak lagi dapat berjalan, sebagian waktunya ia habiskan di tempat tidur sejak 10 tahun yang lalu. Dia merupakan salah satu korban gempa di Jogja pada 2006.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Separuh badanya kini sudah tak lagi dapat lagi digerakkan. Dia mengalami lumpuh akibat punggungnya tertimpa kerangka atap rumah saat kejadian nahas tersebut. Peristiwa itu membuat punggungnya harus ditanam pen sepanjang 30 cm.

Umurnya kira-kira 38 tahun, Namun tubuh Mukijo nampak begitu ringkih, dia hanya terbaring di sebuah tempat tidur ditemani istrinya, Semiyati yang duduk di sampingnya. Mukijo beberapa kali memegangi perutnya, Dia mengeluhkan sakit karena usai operasi usus buntu.

Sebelumnya Mukijo juga mengeluh pusing akibat terlalu lama terpapar sinar matahari. Mukijo menaiki mobil bak terbuka dari tempat tinggalnya di Dusun Jembangan, Segoroyoso, Pleret menuju pelayanan Jaminan Kesehatan khusus (Jamkesus) di Aula Pemkab II Bantul di Manding, pada Rabu (31/8/2016).

Perjalanan 30 menit dengan mobil bak terbuka tersebut membuat kondisinya kembali menurun. Dia kemudian terbaring di tempat tidur dorong yang disediakan oleh petugas kesehatan sembari menunggu antrian.

Di sela-sela menunggu Mukijo bercerita ikwal kejadian yang membuatnya lumpuh. Dia ingat betul kejadian gempa pada (27/5), 2006. Pagi itu dia tak sempat meyelamatkan diri karena masih tertidur di kamarnya. Saat menyadari terjadi gempa dia terbangun dan mencoba mnyelamatkan diri, namun kerangka atap rumahnya terlebih dahulu menimpa punggungnya.

Bersambung halaman 2

Semiyati, istri Mukijo ikut mengisahkan kejadian kelam itu. Ia mengingat-ingat kembali kejadian yang merengut ribuan korban kala itu. Pagi itu sesaat mengetahui adanya gempa, Semiyati bergegas menyelamatkan diri, pertama-tama ia mendekap anaknya yang waktu itu baru berumur sekitar enam bulan.

Mengetahui Mukijo masih tertidur di kamar ia lekas mencoba membangunkannya. Namun nahas bagi Semiyati, belum sempat menyelamatkan suaminya, ia juga ikut tertimpa reruntuhan rumah dan membuatnya tak berdaya.

Beruntung bagi Semiayati, meski tertimpa reruntuhan bangunan rumah tak ada luka serius yang ia derita. Bayinya juga ikut selamat bersama dengan dirinya, ia mendekap sang bayi melindungi dengan tubuhnya, sehingga terselamatkan tanpa ada luka sedikitpun.

Kini Mukijo, Semiyati, dan seorang anaknya tinggal bersama dengan orang tua Mukijo. Rumah Mukijo yang dulu sudah tidak dapat diperbaiki lagi sehingga ia menumpang di rumah orang tuanya.

Kini Mukijo mengaku tak punya pendapatan lagi, istrinya hanya buruh serabutan. Sebelum Mukijo lumpuh dia bekerja di sebuah pengolahan krupuk di desa tak jauh dari tempat tinggalnya.

Sekarang Mukijo tak lagi dapat bekerja, dia sempat punya keinginan ikut kursus menjahit namun sang istri tak mengijinkanya karena anak mereka masih kecil waktu itu. Seiring bertambahnya usia anaknya dia kembali memiliki keinginan untuk belajar menjahit.

“Semoga nanti istri saja mengijinkan saya ikut kursus supaya saya punya kegiatan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya