Jogja
Jumat, 30 Agustus 2013 - 15:37 WIB

Kisah Wisang Sanjaya di Tradisi Cing Cing Goling

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tradisi Cing Cing Goling di Dusun Gedangan, Desa Gedangrejo, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul, Kamis (29/8/2013). (JIBI/Harian Jogja/Ujang Hasanudin)

Tradisi Cing Cing Goling di Dusun Gedangan, Desa Gedangrejo, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul, Kamis (29/8/2013). (JIBI/Harian Jogja/Ujang Hasanudin)

Tradisi Cing Cing Goling kembali digelar di Dusun Gedangan, Desa Gedangrejo, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul. Drama wanita dikejar sejumlah pria tetap menjadi aksi utama di ritual tahunan itu. Berikut kisah yang dihimpun wartawan Harian Jogja, Ujang Hasanudin.

Advertisement

Terik matahari, Kamis (29/8/2013), tak membuat ribuan warga beranjak untuk berteduh di sekitar bendungan di Gedangan. Mereka justru antusias mengikuti proses tradisi Cing Cing Goling, termasuk Bupati Gunungkidul Badingah beserta pejabat satuan kerja perangkat daerah dan masyarakat umum dari luar Karangmojo.

Sepintas tidak ada yang berbeda dengan tradisi, yang menurut warga sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu itu, dengan tradisi bersih desa atau rasulan yang biasa dilakukan desa-desa lain di Gunungkidul.

Tradisi tersebut lebih mirip dengan semangat kebersamaan karena masing-masing warga membawa nasi dan lauk pauk, yang kemudian dikumpulkan menjadi satu, kemudian dibagikan kembali untuk dimakan bersama.

Advertisement

Yang menarik, ada sekitar 7.000 daging ayam utuh yang terkumpul. Daging itu dikumpulkan dari warga yang mempunyai nazar, baik yang ingin sembuh dari penyakit, naik jabatan maupun yang mempunyai cita-cita dan tercapai cita-citanya.

Uniknya lagi, setiap daging yang dimasak tidak boleh dicicipi terlebih dahulu oleh pemasaknya. “Saya termasuk yang membawa ingkung. Anak saya sakit supaya cepat sembuh” ujar Tumini, 39, warga Gedangan II.

Setelah daging-daging ayam utuh itu dibacakan doa oleh tokoh agama, kemudian dibagikan kepada masyarakat. Yang menarik lainnya, dalam tradisi ini juga ada drama tarian Cing Cing Goling, yang diperankan warok dengan mengenakan pakaian ala prajurit kraton, di tengah persawahan yang sudah dipanen.

Advertisement

Dalam drama digambarkan seorang wanita terus berlari dikejar-kejar sejumlah warok. Masyarakat yang menonton bahkan ikut berlarian. Para warok menghempaskan cambuk ke udara, kemudian berteriak-teriak “Cing cing goling.”

Menurut tokoh adat, Sugiyanto, Cing Cing Goling menceritakan kisah Wisang Sanjaya dan Yudopati serta senopati Tripoyo, saat perang antara Kraton Demak dan Kraton Majapahit, kala itu. Dalam perang Kraton Demak menang. Banyak prajurit yang gugur, sebagian melarikan diri mencari penghidupan termasuk Wisang Sanjaya.

Namun, dalam pelariannya, Wisang dikejar-kejar perampok sehingga memasuki wilayah Gedangan. Di dusun itu Wisang membaur dengan masyarakat. “Eyang Wisang Sanjaya ini kemudian membuat bendungan dan saluran irigasi yang membuat petani di Gedangan makmur,” kata dia.

Bupati Gunungkidul Badingah mengatakan, tradisi Cing Cing Goling harus tetap dijaga kelestariannya. Badingah juga berharap tradisi tersebut kedepannya tidak hanya dinikmati warga sekitar namun juga warga dari luar serta bisa mendatangkan wisatawan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif