SOLOPOS.COM - Warga Komplek Kehutanan memasang spanduk menolak pengusiran. Komplek tersebut akan digunakan oleh Dinas Kehutanan DIY (Ujang Hasanudin/JIBI/Harian Jogja)

Komplek Kehutanan rencana akan dikelola penuh dinas

Harianjogja.com, JOGJA-Sebagian warga yang tinggal di Komplek Kehutanan, Kelurahan Baciro, Kecamatan Gondokusuman, menolak diusir selama Pemda DIY belum memenuhi tuntutan warga. Sebagai bentuk penolakan, warga juga telah memasang spanduk besar di pintu masuk komplek.

Promosi Ada BDSM di Kasus Pembunuhan Sadis Mahasiswa UMY

Ada tiga tuntutan warga, pertama minta relokasi ke tempat yang baru. Kedua minta kompensasi sebesar Rp15 juta tiap kepala keluarga (KK). Ketiga, warga minta jeda waktu minimal 1,5 tahun untuk persiapan perpindahan.

“Tidak bisa main usir begitu saja kami yang sudah tinggal puluhan tahun. Kami minta dimanusiakan,” kata Ketua RT 35 Komplek Kehutanan, Solihin, di rumahnya, Rabu (16/3/2016).

Solihin mengatakan warga di kompleknya baru menerima surat pengusiran pada September 2015 lalu. Warga diminta harus mengosongkan rumah maksimal akhir Maret ini karena akan dibangun gedung Balai Pengembangan Perbenihan dan Percontohan Kehutanan dan Perkebunan (BP3KP) Dinas Kehutanan DIY.

Dengan waktu yang singkat, kata Solihin, tidak mudah bagi warga untuk mencari alternatif tempat tinggal. Menurutnya ada 73 KK yang tinggal di Komplek Kehutanan. Warga sudah tinggal di lokasi tersebut secara turun temurun sejak tahun 1960an.

Komplek Kehutanan semacam rumah dinas yang awalnya dikhususkan untuk para pegawai negeri di Dinas Kehutanan. Solihin mengakui rumah yang dia tinggali saat ini merupakan peninggalan mertuanya yang sempat bekerja di Dinas Kehutanan DIY, sebelum akhirnya pindah ke Dinas Sosial.

Awalnya rumah itu kecil, namun oleh Solihin dilebarkan karena rumahnya tersebut ditempati bersama adik iparnya. Ada tiga KK yang tinggal di rumah Solihin.

Solihin mengaku sejak 2007 warga Komplek Kehutanan dikenakan tarif sewa bulanan. Uang sewaan berbeda-beda tiap KK, dari Rp30.000-Rp75.000. Sewa menyewa dihentikan pada 2014 lalu tanpa ada penjelasan,
“Tiba-tiba ada surat permintaan pengosongan semua rumah,” ujar pria empat anak ini.

Sampai saat ini Solihin bersama warga masih memperjuangkan tiga tuntutan. Pihaknya sudah mengadukan persoalan tersebut ke DPRD DIY dan DPRD Kota Jogja. Proses negosiasi dengan Dinas Kehutanan diakuinya sudah tidak mendapat respon.

“Setahu kami tanah yang kami tinggali adalah Sultan Ground, jadi kami tidak akan pergi kecuali Ngarso Dalem yang mengusir,” ujar Solihin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya