SOLOPOS.COM - Fokkermapi di Malang berunjuk rasa menolak PT Freeport, Jumat (27/11/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Ari Bowo Sucipto)

Kontrak freeport dengan asing dinilai peneliti dapat segera diakhiri.

Harianjogja.com, JOGJA– Pemerintah Indonesia melalui perusahaan swasta nasional atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sesungguhnya mampu mengelola tambang emas di Papua. Kemampuan ini cukup menegaskan tidak ada alasan memperpanjang kontrak karya PT Freeport.

Promosi Piala Dunia 2026 dan Memori Indah Hindia Belanda

“Presiden harus segera memutuskan stop perpanjangan kontrak karya Freeport yang akan berakhir pada 2021,” kata peneliti pada Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi dalam diskusi “Prahara Skandal Freeport”, Senin (30/11/2015).

Fahmy menilai upaya pemerintah untuk mengambil divestasi saham PT Freeport Indonesia dari 9,36 % menjadi 20 % masih terlalu kecil. Sebab keuntungan perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu cukup besar dan menguasai SDA Indonesia tersebut sejak 1967.

“Divestasi 20 persen itu masih sangat kecil, sebab selama berpuluh-puluh tahun pemerintah Indonesia hanya menerima 9,36 persen,” kata dia.

Bahkan, menurut dia, dengan penguasaan saham yang kecil, pemerintah juga tidak dapat mengontrol besaran hasil tambang mineral yang sudah didapatkan dan dibawa ke luar dari Indonesia.

“Semua urusan eksplorasi dan eksploitasi sepenuhnya dikendalikan oleh Freeport McMoRan,” kata dia.

Pemerintah Indonesia, menurut dia, sesungguhnya mampu mengelola sendiri tambang emas di Papua dengan penguasaan saham 100%.

Menurut Fahmy hal itu cukup beralasan, sebab Indonesia selain memiliki sumber daya alam (SDA) sendiri, juga memiliki sumber daya manusia (SDM) yang cukup memadai.

“SDM kita tentu sudah banyak terlatih dengan pengalaman kerja bertahun-tahun di sana (PT Freeport Indonesia),” kata dia.

Mengenai alasan ketiadaan teknologi, menurut Fahmy, seharusnya dapat diupayakan dengan membeli peralatan dari luar negeri seperti Jepang dengan mengajukan dana pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan internasional.

“Kalau ada kesungguhan bisa. Toh dengan aset tambang emas yang cukup besar itu akan banyak lembaga keuangan yang bersedia memberi pinjaman,” kata dia.

Penguasaan penuh atas tambang emas di Papua itu menurut Fahmy perlu menjadi pertimbangan pemerintah saat ini sebab dengan pengelolaan secara mandiri akan signifikan meningkatkan penerimaan negara.

Bahkan, ia menambahkan, penerimaan negara itu akan mempu melunasi utang-utang negara.

“Dengan cadangan emas yang kita miliki sendiri, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mampu menjadi Rp2.000,” kata dia.

Oleh sebab itu, menurut dia, dengan terkuaknya dugaan skandal Freeport yang melibatkan ketua DPR Setya Novanto dapat menjadi momentum bagi Presiden Joko Widodo untuk memanfaatkan hasil tambang Freeport sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

“Ini juga sekaligus mengakhiri pertarungan berbagai kubu makelar pemburu rente dalam memperebutkan saham Freeport,” kata Fahmy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya