SOLOPOS.COM - Seorang penerjun seusai mempertontonkan aksinya, Jumat (27/3/2015). (JIBI/Harian Jogja/Switzy Sabandar)

Prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup II Kandang Menjangan, Kartasura berlatih terjun payung di Karangwuni Kulonprogo
Harianjogja.com, KULONPROGO—Langit Desa Karangwuni yang berada di sisi selatan Kecamatan Wates, Jumat (27/3) kemarin menjadi ajang latihan terjun payung bagi puluhan prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup II Kandang Menjangan, Kartasura.

Unjuk kebolehan pasukan khusus ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat sekitar. Tak peduli dengan terik sinar Matahari yang terasa menyengat, ratusan warga mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, antusias menyaksikan latihan yang digelar.

Promosi Selamat Datang Kesatria Bengawan Solo, Kembalikan Kedigdayaan Bhineka Solo

Pemilihan pesisir Karangwuni punya alasan tersendiri. Lintasan udara yang aman menjadi pertimbangan utama, karena berdampak pada keselamatan para penerjun.

Kegiatan ini merupakan latihan rutin yang dilakukan Kopassus Grup II Kandang Menjangan tiap tahun. Setahun dua kali mereka melatih dan memelihara kemampuan terjun.

Tujuannya tidak main-main, berinfiltrasi ke daerah pertempuran tanpa menimbulkan suara sama sekali. Senyap, demikian istilah mereka menggambarkan infiltrasi secara rahasia ke wilayah musuh.

Penerjunan dilakukan empat kali. Menggunakan helikopter jenis Bell 412 milik Penerbang Angkatan Darat, para prajurit diterjunkan dari ketinggian 8.000 kaki.

Selain mahir mengendalikan tali payung di udara serta mendarat tanpa suara, para penerjun Kopassus juga ahli melipat payung. Bukan hal yang mudah, harus dipastikan supaya tidak ada tali yang terbelit.

“Bisa dibayangkan kalau pelipatan tidak tepat, apa yang terjadi dengan penerjun yang menggunakan payung itu selanjutnya,” tutur Kepala Zeni Kopassus Grup II, Kapten Damai Adi Setyawan, Jumat (27/3/2015).

Intinya, urutan tali payung dan tali kemudi jangan sampai terbalik, jangan saling lilit.

Menurut Kapten Damai Adi Setyawan, terjun payung pada dasarnya terbagi menjadi dua teknik, yakni high altitude low opening (Halo) atau terjun pada ketinggian yang tinggi dan membuka parasut pada ketinggian yang rendah, serta teknik high altitude high opening (Haho) atau membuka parasut pada ketinggian tinggi beberapa detik setelah melompat dari pesawat.

Cuaca di Karangwuni, menurut Kapten damai Adi, juga mendukung untuk penerjunan, yakni jarak pandang dan kecepatan angin sesuai standar.

“Untuk terjun payung setidaknya angin 0 sampai 15 knot, sementara jarak pandang minimal empat kilometer,” ungkapnya.

Selain penerjun dari Kopassus, terdapat satu penerjun sipil yang ikut mempertontonkan aksinya di langit Karangwuni, yakni RR Yudiana. Keberadaannya lumayan mencuri fokus, sebab dia mendarat lebih cepat ketimbang lainnya.

Kecepatan mendarat Yudiana berbeda karena dia menggunakan parasut high performance yang ukurannya lebih kecil jika dibandingkan dengan parasut tipe M59 yang digunakan militer. “Ukurannya lebih kecil sekitar 107 square feet jadi lebih cepat sampai darat, sementara lainnya berukuran 270 sampai 280 square feet,” kata Yudi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya