SOLOPOS.COM - Napi Baca Puisi Menolak Korupsi (Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja)

Kasus dugaan korupsi berupa pemotongan Dana Rekonstruksi (Dakon) Gempa Bumi di Desa Srimartani hingga kini belum jelas.

 

Promosi Keturunan atau Lokal, Mereka Pembela Garuda di Dada

Harianjogja.com, BANTUL –Sejak dilaporkan 2007 silam, kasus dugaan korupsi berupa pemotongan Dana Rekonstruksi (Dakon) Gempa Bumi di Desa Srimartani hingga kini belum jelas.

Baca juga : KORUPSI DANA GEMPA : Diduga Gelapkan Dakon, Mantan Carik Dipolisikan

Penyelewangan dana senilai Rp2 miliar itu sempat dilaporkan oleh seorang warga Dusun Piyungan, Desa Srimartani, Kecamatan Piyungan tahun 2007 silam ke pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantul. Namun, alih-alih menunjukkan titik terang, penanganan kasus itu justru terkesan jalan di tempat.

Hal itu jelas disayangkan oleh Endang Maryani, salah satu warga Dusun Piyungan, Desa Srimartani. Diakuinya, pihak Kejari sudah disodorinya sejumlah alat bukti terkait dugaan korupsi tersebut.

Beberapa alat bukti pemotongan itu termasuk di antaranya adalah surat milik warga yang didalamnya tertulis jelas nominal penerimaan Dakon sebesar Rp15 juta per KK. Itulah sebabnya, ia berharap agar pihak terkait bisa tetap melanjutkan penyelidikan kasus itu hingga tuntas. “Apalagi beberapa hari lalu, Bantul tengah memperingati 11 tahun refleksi terjadinya gempa bumi,” katanya, Senin (6/5/2017).

Seperti diketahui, nilai dana yang dipotong ketika itu beragam, mulai dari Rp2,5 juta-Rp7,5 juta per KK atau per rumah. Di Desa Srimartani sendiri, tercatat ada lebih dari 2.600 KK penerima Dakon.

Pemotongan itu dilakukan dalam beberapa bentuk pungutan, mulai ongkos pemberkasan sebesar Rp50.000, biaya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebesar Rp50.000, hingga pungutan yang bertajuk Tali Asih Desa sebesar Rp100.000 per KK.

Selain pada Kejari Bantul, kasus ini pun sebenarnya pernah dibawa Endang ke Pemkab Bantul pada 2007 silam. Ketika itu, Inspektorat Daerah Bantul turun ke lapangan dan memfasilitasi pengembalian dana tersebut oleh Fasos dan Tim Dusun ke warga.

Namun, tidak lama setelah Inspektorat pergi, pada malam dan pagi harinya, Tim Dusun dan Fasos kembali meminta dana yang telah dikembalikan itu dari warga. “Beberapa hari lalu, saya sempat menghubungi Kasi Intel Kejari Bantul. Tapi sampai hari ini belum ada respon,” katanya.

Kepala Desa Srimartani Mulyana saat dikonfirmasi terpisah, dirinya enggan banyak berkomentar. Masa jabatan yang baru dijabatnya sejak lima tahun terakhir menjadi alasan Mulyana.

Meski begitu, ia berani menjamin pembagian Dakon itu sudah sesuai prosedur. Itulah sebabnya, jika ada laporan terkait dugaan korupsi, ia menduga hal itu sekadar kesalahan dan perbedaan persepsi saja.

Saat disinggung adanya penyelidikan yang dilakukan oleh pihak Kejari Bantul, dirinya hanya mengangkat bahu. Sejauh ini, pihaknya sama sekali belum diajak berkomunikasi oleh pihak manapun. “Termasuk dengan Kejari Bantul,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya