SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Kejaksaan Negeri (Kejari) Gunungkidul melansir penanganan sejumlah perkara korupsi yang melibatkan pemerintah desa.

Harianjogja.com, WONOSARI- Sejumlah pemerintah desa di Gunungkidul terseret kasus korupsi. Sepanjang tahun ini, tiga pemerintahan desa (Pemdes) diduga terjerat pidana korupsi.

Promosi Nusantara Open 2023: Diinisiasi Prabowo, STY Hadir dan Hadiah yang Fantastis

Kejaksaan Negeri (Kejari) Gunungkidul melansir penanganan sejumlah perkara korupsi yang melibatkan pemerintah desa. Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Gunungkidul Sihid mengatakan, sebanyak dua perkara kini tengah diselidiki, sedangkan satu lainnya telah naik ke tahap penyidikan.

Tiga perkara tersebut yaitu kasus dugaan korupsi Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) di Desa Wiladeg Kecamatan Karangmojo dan Desa Candirejo, Semanu. Selain itu, ada pula kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) di Desa Bunder, Patuk yang sebelumnya diberitakan memicu kemarahan warga setempat.

Sihid memastikan, untuk perkara dugaan korupsi APBDes di Desa Bunder, Patuk saat ini telah ditangani Kejari dan sudah naik ke penyidikan. “Kami naikan status perkaranya ke penyidikan sejak Oktober lalu, dua lainnya masih penyelidikan,” kata Kasi Pidsus Kejari Gunungkidul Sihid, Rabu (16/11/2016).

Dalam perkara Prona, Kejaksaan menemukan kemiripan modus korupsi yang terjadi. Pemerintah desa kata dia memungut biaya pengurusan sertifikat Prona tanpa batasan biaya yang jelas. Sejatinya kata Sihid, Pemdes telah membuat Perdes yang menjadi dasar hukum pemungutan biaya pengurusan sertifikat Prona dari masyarakat. Namun dalam Perdes itu tidak diatur batasan uang yang dipungut.

“Kalau enggak ada batasannya bisa seenaknya saja Pemdes memungut. Inikan jadi modus, seolah ada dasar hukum, tapi enggak jelas nilainya berapa,” jelasnya lagi. Dalam kasus Prona di Desa Wiladeg, Karangmojo, Pemdes memungut biaya sebesar Rp250.000 hingga Rp475.000 untuk tiap pengurusan satu sertifikat.

“Jadi besaran uang yang dipungut di tiap warga itu tidak seragam. Berbeda-beda ada yang mahal ada yang murah,” tuturnya lagi. Pemdes disarankan membuat Perdes yang tegas mengenai besaran biaya Prona termasuk peruntukannya untuk menghindarkan tindakan korupsi.

Sedangkan pada kasus dugaan korupsi APBDes di Desa Bunder, diduga melibatkan anggaaran 2015. Kendati telah menaikkan status perkara ke penyidikan, Kejaksaan belum menetapkan tersangka. Kejaksaan masih menghitung nilai kerugian yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan APBDes tersebut. Namun Sihid menargetkan, dalam tahun ini tersangka korupsi telah ditetapkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya