Jogja
Kamis, 14 November 2013 - 18:14 WIB

Labuhan Pakualaman Digelar di Pantai Glagah

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi labuhan di pantai (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Harianjogja.com, KULONPROGO- Untuk yang ketiga kalinya setelah 10 tahun sempat terhenti, ritual tahunan Labuhan 10 Muharram dari Puro Pakualaman kembali dilaksanakan di Pantai Glagah, Kamis (14/11/2013).

Berbeda dengan tahun sebelumnya, Labuhan Pakualaman kali ini lebih melibatkan masyarakat. Dari sembilan gunungan yang diarak, lima di antaranya berasal dari lima desa di pesisir Kulonprogo, antara lain, Desa Palihan, Jangkaran, Glagah, Karangwuni, dan Sindutan.

Advertisement

Ritual dimulai dengan kirab sejumlah barang milik Sri Paduka Pakualam IX , gunungan, serta Bergodo Tayuban, Godean, dan Plangkir dan Lombok Abang, dari Pesanggrahan Glagah menuju pendopo pantai Glagah yang berjarak tiga kilometer.

Benda yang dilabuh antara lain, potongan kuku, potongan rambut, serta pakaian bekas. Sementara, ubarampe yang dibawa antara lain, pisang sanggan, kain parang barong, tumpeng rombyong, kembang setaman, dan ketan kolak kencono.

Setelah memanjatkan doa bersama di pendopo, perangkat upacara itu dibawa ke bibir pantai. Ageman dalem, potongan kuku dan rambut, serta bunga sesaji dan jenis ubarampe lainnya dilarung ke laut lepas. Sedangkan, gunungan berisi aneka hasil bumi menjadi rebutan ribuan pengunjung yang hadir di tempat itu.

Advertisement

Penghageng Kawedanan Ageng Keprajan Pambudidaya Puro Pakualaman, KPH Kusumo Parasto, menuturkan, filosofi labuhan sebagai bentuk keseimbangan hidup.

“Semua yang berasal dari alam kan kembali ke alam, semua milik Tuhan dan akan kembali lagi pada-Nya,” ujarnya usai pelaksanaan labuhan.

Potongan kuku, rambut, dan pakaian bekas, kata dia, menjadi simbol membersihkan diri. Dicontohkannya, kuku selalu tumbuh panjang dan dibuang untuk menghadirkan kuku yang baru, demikian pula halnya dalam kehidupan yang kotor selalu dibersihkan.

Advertisement

Menurutnya, tradisi ini menjadi interaksi sosial antara Raja Kadipaten Pakualaman dengan masyarakat. Sebagai bentuk konkritnya, masyarakat turut menyumbang gunungan yang diarak dalam labuhan kali ini.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif