SOLOPOS.COM - Batik Lahar Dingin (HARIAN JOGJA/AKHIRUL ANWAR)

Batik Lahar Dingin (HARIAN JOGJA/AKHIRUL ANWAR)

Bencana Merapi tak selamanya menjadi musibah. Di balik musibah itu, Merapi memberikan berkah. Setidaknya itu yang dilakukan kelompok Batik Lereng Merapi, di Dusun Tegal Balong, Umbulharjo, Cangkringan.

Promosi Liga 1 2023/2024 Dekati Akhir, Krisis Striker Lokal Sampai Kapan?

Bencana Merapi, berupa banjir lahar dingin ternyata bisa dijadikan motif batik. Derasnya aliran material yang tidak teratur memunculkan ide motif batik lahar dingin. Tak ayal, motif yang tidak biasa ini banyak diminati para penggemar batik.

Perjuangan kelompok batik di lereng Merapi itu diawali dari nol. Kelompok yang terdiri dari 13 orang ini sebelumnya sama sekali tidak pernah mendapatkan ilmu tentang membatik.

Namun awal 2011 lalu, sepulangnya dari pengungsian mereka mendapatkan pelatihan batik dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lawe.

Gayung pun bersambut, Dekranas Sleman melalui istri Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo yang mengetahui pelatihan itu membantu peralatan batik, berupa wajan dan kompor. Ditambah dengan modal pribadi kelompok Rp5 juta. Sejak Maret 2011 kelompok yang beranggotakan ibu-ibu rumah tangga itu bisa berproduksi. Awalnya proses batik dirasa sulit, terutama nyanting batik tulis karena harus telaten agar malam cair tidak menetes pada kain. Pasalnya, malam yang menetes pada kain yang berwarna putih, malam sulit untuk dihilangkan. Untuk mengakali tetesan malam, perajin kemudian membuat motif abstrak.

“Awalnya ibu-ibu di sini belum pernah tahu cara membuat batik. Setelah berlatih keras lama-lama juga bisa,” ujar ketua kelompok Batik Lereng Merapi, Ana Ratnaningsih saat ditemui di ruang Tegal Balong, Rabu (8/2).

Untuk pemasaran, awalnya kelompok itu mengikuti pameran yang digelar bersama Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop Sleman). Yakni ikut pameran di JEC, Sekaten, sampai Jakarta di Taman Mini Indonesia Indah. Motif lahar dingin ini selalu dibawa sebagai ikon Batik Lereng Merapi. Motif lain yang diminati adalah motif pelangi dan motif campuran, atau motif pulau.

Ana mematok harga kain batiknya per lembar antara Rp100.000 – Rp150.000 untuk batik cap. Sedangkan batik tulis Rp150.000 sampai Rp350.000 sesuai tingkat kesulitan, bahan kain dan bahan pewarnaan.

Bahan pewarnaan sintetis memakai naptol indigosol, sedangkan pewarnaan alami memakai mahoni, indigo, bitza, daun pepaya dan jantung pisang.

Per lembar kain batik ukuran adalah 2,5 meter X 1,15 meter. Dalam satu minggu mereka bisa memproduksi rata-rata sebanyak enam lembar. Meski begitu omzet per bulannya relatif masih rendah yakni Rp1 juta sehingga butuh pemasaran yang lebih baik.

Selain pameran, kelompok ini membuat showroom di rumah milik Ana yang berada di jalan menuju tempat wisata Kinahrejo.

Warga di lereng Merapi tertarik memproduksi batik karena sifatnya sambilan. Di sela-sela memproses batik, ibu-ibu bisa sambil momong anak. Adapun setelah mereka rampung nyanting per lembar bisa memperoleh upah Rp9.000. Jika sampai proses selesai termasuk pewarnaan mendapat upah Rp15.000.

Salah satu perajin, Maniyem mengatakan sebelumnya sama sekali belum pernah tahu cara membuat batik. Tetapi ibu rumah tangga itu sekarang sudah terbiasa. (Harian Jogja/Akhirul Anwar)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya