SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Lalu lintas Bantul membutuhkan rambu portabel tambahan.

Harianjogja.com, BANTUL – Dinas Perhubungan (Dishub) Bantul, membutuhkan tambahan puluhan rambu portabel guna mengatur kelancaran arus lalu lintas di wilayah setempat saat kepadatan arus meningkat.

Promosi Semarang (Kaline) Banjir, Saat Alam Mulai Bosan Bersahabat

“Untuk rambu portabel perlu kami tambah terus karena seperti kemarin saat pengamanan Natal 2015 dan Tahun Baru 2016, (rambu portabel) dirasa masih kurang,” kata Kepala Dishub Bantul Suwito seperti dilansir dari Antara, Minggu (10/1/2016).

Menurut dia, rambu portabel yang masih dibutuhkan di antaranya rambu untuk memecah arus kendaraan di jalur wisata atau Jalan Parangtritis dan jalur utama, seperti di wilayah Sedayu (Jalan Wates) dan wilayah Piyungan (Jalan Wonosari).

Di sejumlah jalur tersebut, kata dia, pada masa libur panjang sering kali dipadati kendaraan dari berbagai daerah sehingga arus kendaraan perlu dialihkan melalui persimpangan untuk mengurai kepadatan agar tidak menumpuk di jalur tersebut.

“Kalau untuk berapa pastinya (tambahan), belum pasti karena kami juga masih perlu mendata wilayah mana saja yang butuh. Namun, kami sudah menyampaikan ke DPPKAD (Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah) Bantul,” katanya.

Meski begitu, kata dia, berdasarkan perkiraan sementara untuk rambu portabel pihaknya masih butuh sekitar 20 buah, sementara rambu pendahulu petunjuk jurusan (RPPJ) berjumlah 26 buah, puluhan rambu itu tersebar di seluruh ruas jalan Bantul.

“Itu ada yang untuk jalan provinsi, seperti Jalan Wonosari (Piyungan). Namun, ada yang di jalan kabupaten, dan kami akan melakukan komunikasi,” katanya.

Sementara itu, pada tahun anggaran 2016, pihaknya berencana memasang alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) di simpang empat Barongan guna mengatur arus kendaraan yang ke barat menuju Jalan Imogiri Barat, sementara ke timur menuju Jalan Imogiri Timur.

Jenis APILL yang dipasang apakah menggunakan teknologi tenaga surya atau energi listrik, hingga saat ini pihaknya belum memastikan karena menyesuaikan dengan perkembangan harga barang dan jasa.

“Bergantung pada anggarannya. Kalau memungkinkan tenaga surya, ya, tenaga surya. Namun, kalau tidak, ya, konvensional. Seperti di simpang empat Jonggrangan itu, studi awalnya konvensional, tetapi dapatnya tenaga surya,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya