Jogja
Minggu, 26 Maret 2017 - 09:20 WIB

LEPTOSPIROSIS JOGJA : 100 Alat Pendeteksi Tak Diserahkan ke Puskesmas, Ini Alasannya

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Leptospirosis Jogja, alat pendeteksi didistribusi ke tiap kabupaten kota.

Harianjogja.com, JOGJA — Ketersediaan alat pendeteksi leptospirosis atau leptotek telah ada di setiap kabupaten/kota dengan jumlah masing-masing 20 buah. Alat itu sengaja tidak didistribusikan langsung ke puskesmas, selain karena harganya mahal juga untuk memudahkan realokasi.

Advertisement

Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Masalah Kesehatan (P2MK) Dinkes DIY Elvy Effendi menjelaskan, ketersediaan leptotek sebenarnya telah ada di setiap kabupaten/kota DIY. Alat itu bisa disediakan langsung oleh masing-masing Dinkes kabupaten/kota atau didrop oleh Dinkes DIY.

Menurutnya, hingga Jumat (24/3/2017) kemarin, jumlah total alat tersebut mencapai 100 unit untuk yang tersedia di seluruh DIY. Dari 100 yang tersedia itu dibagi untuk kabupaten/kota masing-masing mendapatkan 20 buah.

“Leptotek posisi di kabupaten/kota total kami ada lima dos [kotak] setiap dosnya berisi 20 buah. Jadi pembagiannya itu per kabupaten/kota,” ujarnya, Jumat (24/3/2017).

Advertisement

Dari 100 unit itu setiap kabupaten/kota memiliki stok masing-masing 20 buah leptotek. Ia mengakui leptotek memang sengaja tidak langsung didistribusikan ke puskesmas. Alasannya, jika alat tersebut secara langsung diberikan ke puskesmas dikhawatirkan menyulitkan ketika ada yang kehabisan atau membutuhkan. Sementara ketersedian tergolong terbatas dengan mempertimbangkan jumlah kasus leptospirosis.

“Misalnya disamaratakan, Puskesmas A kita beri lima buah, Puskesmas B juga 5 buah. Karena Puskesmas A banyak kasusnya maka kehabisan dan Puskesmas B tidak, yang kami khawatirkan Puskesmas yang kehabisan ini tidak bisa mendapatkan barang dari Puskesmas yang masih memiliki stok dengan alasan untuk persediaan. Kami mengantisipasi itu,” tegasnya.

Oleh karena itu, pihaknya menyepakati setiap puskesmas tidak diberikan karena dikhawatirkan menyulitkan realokasi. Sehingga alat tersebut didrop di setiap Dinkes Kabupaten/Kota yang sewaktu-waktu bisa langsung memberikan ke puskesmas di saat membutuhkan terkait kemungkinan deteksi leptospirosis. Elvy menegaskan, ketersediaan leptotek saat ini dinilai masih cukup. “Kalau setahu saya tahun lalu harga alat tersebut sekitar Rp2,4 juta,” ungkap dia.

Advertisement

Alat tersebut sejenis rapid test yang bisa memberikan hasil relatif cepat dengan sekali pakai. Meski demikian, hasil dari deteksi dini itu, kata Elvy, tidak sepenuhnya valid dan tetap harus melalui uji klinis lebih lanjut untuk memastikan bahwa seorang pasien dinyatakan positif terkena leptospirosis. “Jadi alat itu kami pastikan tersedia di setiap kabupaten/kota,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif