Jogja
Senin, 17 Juni 2013 - 11:28 WIB

Liburan Ala Petani Itu Naik Gerobak Sapi

Redaksi Solopos.com  /  Maya Herawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi Gerobak Sapi JIBI/Harian Jogja/Antara

Foto Ilustrasi Gerobak Sapi
JIBI/Harian Jogja/Antara

Sebanyak 170 penarik gerobak (bajingan) dari DIY dan Klaten, meramaikan Festival Gerobak Sapi (FGS) 2013 di Kompleks Stadion Maguwoharjo, Minggu (16/6/2013). Mereka berlomba mempercantik tampilan gerobak sapinya masing-masing.

Advertisement

Suara ayam jantan sudah mulai terdengar, meskipun langit masih gelap gulita. Waktu itu kira-kira sudah masuk pukul 03.30 WIB ketika Parjuni, 55, menaiki gerobak hiasnya menuju Lapangan Maguwoharjo.

Angin dingin yang menusuk tulang tidak lagi menjadi halangan pria berkumis ini untuk terus mengendarai gerobaknya. Tak jarang, Parjuni masih menguap beberapa kali dan sempat tertidur sejenak sedangkan ke dua sapinya masih saja pelan berjalan.

Advertisement

Angin dingin yang menusuk tulang tidak lagi menjadi halangan pria berkumis ini untuk terus mengendarai gerobaknya. Tak jarang, Parjuni masih menguap beberapa kali dan sempat tertidur sejenak sedangkan ke dua sapinya masih saja pelan berjalan.

“Tadi sampai di sini sekitar pukul 06.00 WIB. Langsung saya merapikan beberapa barang bawaan termasuk hiasan yang diterpa angin dan terkena embun pagi tadi [kemarin]. Saya menunggangi gerobak ini bersama adik, istri dan anak,” kata ayah dua anak itu di Lapangan Maguwoharjo.

Usaha Parjuni membuahkan hasil. Gerobaknya menjadi jawara dalam perlombaan FGS 2013 kali ini. Tentu saja ini bukan atas usahanya pribadi. Setidaknya ada 10 orang lain di balik ke suksesan Parjuni.

Advertisement

“Ini untuk pesta tim yang menghias gerobak. Dibuat syukuran saja biar semuanya kebagian. Kalau dibagi rata nanti masing-masing dapat sedikit,” kata Parjuni yang mengaku gerobaknya itu adalah milik kakeknya yang
dipertahankannya sejak 1994.

Menurut Parjuni, gerobak ini sempat tidak berada ditangannya atau terjual. Hal ini karena gerobak itu sudah tidak menjadi transportasi utama. Namun sejak 1994 dia mulai mencari lagi gerobak milik kakeknya itu dan
dibelinya lagi.

“Ini kenang-kenangan dari kakek saya. Saya tidak mau menjual. Ikut kumpul dan festival semacam ini kan model liburan para bajingan [sebutan pengemudi gerobak] seperti saya ini. Kalau liburan ke mal ya nanti anak saya saja,” katanya sembari tertawa.

Advertisement

Beda dengan Parjuni, Trisman warga Malangrejo, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok juga ikut dalam FGS 2013. Rumahnya yang dekat membuatnya tidak perlu berangkat dini hari.

Meskipun tidak memenangkan satupun hadiah, Trisman mengaku senang bisa ikut dalam acara kumpul-kumpul bersama bajingan lainnya. Menurutnya hadiah bukanlah hal utama dalam festival, namun yang utama adalah jaringan.

“Saya datang ke sini untuk mencari koneksi. Utamanya koneksi untuk membeli dan menjual hasil pertanian yang saya miliki. Saya sendiri baru 2004 memiliki dan ikut komunitas gerobak sapi,” jelas Trisman.

Advertisement

Trisman mengaku, motivasi ini yang membuatnya tidak memerlukan lagi uang saku yang diberikan panitia. Meskipun dalam setiap acara semacam ini panitia selalu memberikan amplop sebagai uang saku peserta.

“Biasanya diberi Rp50.000 hingga Rp200.000. Tapi kalau di sini kami tidak menerima. Namun yang saya bilang di awal, bahwa itu bukan tujuan utama. Kami hanya ingin senang-senang sambil mencari koneksi,” tegas Trisman.

Trisman mengaku untuk memiliki satu gerobak sapi dibutuhkan uang Rp30 juta, untuk gerobaknya sendiri harganya bisa mencapai Rp10 juta dan dua sapi Rp20 juta.

“Kalau bukan karena suka pasti petani manapun mikir juga
keluar uang segitu. Terlebih, barangnya tidak bisa untuk transportasi, sudah kalah cepat dengan motor,” kata Trisman.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif