Jogja
Kamis, 6 April 2017 - 21:20 WIB

LONGSOR KULONPROGO : Belum Ada Rencana Relokasi Rumah Rawan Longsor

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Garis polisi dipasang di lokasi longsor di Pendoworejo, Girimulyo pada Jumat(3/2/2017). (Sekar Langit Nariswari/JIBI/Harian Jogja)

Longsor Kulonprogo belum ditindaklanjuti dengan relokasi

Harianjogja.com, KULONPROGO-Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyatakan belum memiliki program relokasi, bagi masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana longsor.

Advertisement

Kepala Pelaksana BPBD Kulonprogo Gusdi Hartono menjelaskan, program relokasi mau tidak mau akan memaksa Pemerintah Kulonprogo untuk menyiapkan lahan bagi warga tersebut. Ia menilai Pemkab masih belum memiliki dana untuk langkah tersebut.

“Kalaupun lahan relokasi menggunakan tanah kas desa, kan Pemkab juga harus membayar,” ujar dia, Rabu (5/4/2017).

Sementara itu, apabila biaya sewa tanah kas desa yang digunakan sebagai lahan relokasi dibebankan kepada penghuni, ia tetap tidak berani mengambil langkah lebih jauh. Karena melihat dari kultur yang ada, orang yang tinggal di kawasan itu biasanya berasal dari kalangan ekonomi kurang mampu.

Advertisement

“Mereka bisa punya rumah seperti itu saja, sehari-hari kembang kempis. Apa jadinya kalau masih harus membayar sewa?” tambahnya.

Persoalan lainnya, selama ini bencana yang terjadi di Kulonprogo sifatnya parsial, atau tidak berpotensi menyebabkan korban dengan jumlah banyak. Namun, apabila memang suatu saat ada bencana atau rekahan yang mengancam nyawa begitu banyak orang, maka BPBD akan mulai memikirkan program relokasi lebih jauh.

Di Kulonprogo sendiri, ada empat kecamatan yang termasuk kawasan rawan longsor, seperti Kalibawang, Samigaluh, Girimulyo, Kokap, serta sebagian Pengasih.

Advertisement

Akibat kekurangan yang dimiliki Pemkab, BPBD hanya bisa menggencarkan sosialisasi dan peningkatan kapasitas Desa Tangguh Bencana, serta mendukung masyarakat setempat untuk akrab dengan bencana.

Menurut dia, masyarakat harus turut serta dalam upaya mitigasi, misalnya tidak membangun rumah di pinggir tebing, atau di dekat tanah yang labil.

“Perhatikan pula tanda-tanda alam, misalnya waspada bila ada rekahan tanah yang lebih besar, daripada yang ada sebelumnya, dan lain-lain,” ungkapnya.

Saimin, warga Dusun Puser, Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang mengatakan, dirinya telah tinggal di lokasi kediamannya sejak puluhan tahun lalu. Relokasi yang ia lakukan, berupa program swadaya dari relawan dan anggota masyarakat lainnya, karena dinilai berada di kawasan rawan longsor. Relokasi dilakukan, paska rumahnya yang berdinding bambu, tertimpa tanah tebing samping rumahnya, yang longsor.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif