Jogja
Kamis, 15 September 2011 - 13:42 WIB

Mantan Dewan Gunungkidul 1999/2004 ajukan penghapusan LHP BPK

Redaksi Solopos.com  /  Budi Cahyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

GUNUNGKIDUL—Mantan anggota DPRD Gunungkidul periode 1999-2004 yang diduga tersangkut kasus korupsi membentuk tim 7 advokasi guna menghadapi langkah hukum dugaan tindak korupsi. Tim 7 yang beranggotakan 51 mantan anggota dewan tersebut dalam waktu dekat akan mengajukan permohonan penghapusan dan pembatalan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP-BPK) Wilayah IV DIY ke Komisi III DPR RI dan Mahkamah Agung (MA).

“Berkas seluruh dokumen yang ada sudah siap untuk kami kirim ke MA dan Komisi III DPR RI. Minggu depan sudah kami sampaikan ke Jakarta,” kata juru bicara tim 7 advokasi DPRD Gunungkidul 1999-2004, Ratno Pintoyo, kepada Harian Jogja, Kamis (15/9).

Advertisement

Menurut dia, langkah tersebut ditempih sebagai salah satu upaya memberikan penjelasan secara terbuka atas ketidaksamaan persepsi dalam sistem audit pemeriksaan terhadap Peraturan Daerah (perda) APBD Kabupaten Gunungkidul tahun anggaran 2003 dan 2004.

Ratno menjelaskan, audit pemeriksaan yang tertuang dalam LHP BPK nomor 195/R/XY/4/12/2004 tertanggal 23 Desember 2004 yang menemukan nilai tunjangan dikategorikan merugikan keuangan daerah, terdapat kejanggalan dalam penggunaan pedoman Peraturan Pemerintah (PP) nomor 110/2000 pelaksanaan dari UU nomor 22/1999 tentang otonomi daerah. Menurut dia, PP nomor 110/2000 yang dijadikan perdoman pemeriksaan dan pembuatan LHP BPK itu, sudah tidak berlaku lagi sejak dibatalkan MA melalui putusan MA RI nomor 4/G/HUM/2001 tanggal 11 September 2002.

“MA sudah membatalkan PP 110/2000 sejak 11 September 2002. Ini mengartikan PP sudah tidkak dapat digunakan lagi untuk pedoman audit pemeriksaan BPK untuk memeriksa dan mengoreksi kedudukan keuangan DPRD serta dasar penerbitan LHP,” terang Ratno.

Advertisement

Tim 7 meyakini langkah yang ditempuh ke MA untuk meminta penghapusan dan pembatalan ini sebagai mekanisme yang benar. Menurut mereka, aturan hukum kedaluwarsa yang tetap diberlakukan terkesan tidak mempercapai Putusan MA sebagai instisusi berwenang menurut TAP MPR nomor III tahun 2000.

“Tim kami tidak berbuat menyimpang. Apalagi dianggap melakukan tindak korupsi uang negara. Tunjangan yang dipersalahkan itu kami terima sah dengan mekanisme yang sudah benar sesuai mekanisme dan prosedur yang tepat,” imbuh Projo Hardjonohardjono mewakili tim 7 dari mantan anggopta Fraksi Partai Golkar. (Harian Jogja/Endro Guntoro)

Advertisement
Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif