SOLOPOS.COM - foto ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Gigih M. Hanafi)

Masalah lingkungan yang ditimbulkan penambangan pasir menghantui petani setempat.

Harianjogja.com, BANTUL- Petani di sepanjang Sungai Progo, di Desa Poncosari, Srandakan Bantul cemas banjir bakal mengikis sepuluh hektare lahan mereka. Menyusul dampak lingkungan akibat penambangan pasir yang terjadi di wilayah ini.

Promosi Antara Tragedi Kanjuruhan dan Hillsborough: Indonesia Susah Belajar

Penambangan pasir mengancam lahan pertanian yang berbatasan dengan bantaran sungai Progo. Antara lain lahan pertanian yang berada di Dusun Singgelo, Talkondo dan Babakan yang berada di Desa Poncosari, Srandakan, Bantul. Ketua Kelompok Tani Dusun Talkondo, Sarjiyo mengungkapkan, ada sekitar 16 hektare lahan pertanian milik warga di dekat Sungai Progo.

Mayoritas lahan pertanian tersebut sudah berstatus hak milik. Lahan seluas itu kini berada dalam ancaman terkikis aliran sungai saat musim hujan tiba yang membawa banjir. Pasalnya, di bantaran Sungai Progo, aktifitas penambangan pasir sampai saat ini masih terjadi.

“Beberapa penambangan sudah tutup tapi di Singgelo masih ada, juga penambangan-penambangan tradisional itu masih banyak,” ungkap Sarjiyo, Jumat (4/12/2015).

Penambangan pasir menurutnya semakin mendekati area lahan pertanian alias makin bergerak ke daratan. Menyebabkan fondasi lahan pertanian yang lebih tinggi dari area penambangan pasir kian rapuh. Bila hujan deras turun dan banjir terjadi, diperkirakan sepuluh hektare lahan yang membentang di pinggir sungai bakal musnah.

“Kalau tambang ini tidak berhenti, sepuluh hektare lahan ini bakal musnah terutama yang posisinya mepet di dekat sungai,” jelas dia.

Kondisi serupa pernah terjadi pada 2012 lalu. Kala itu empat hektare lahan pertanian di dekat bantaran sungai hilang tergerus sungai akibat masifnya penambangan pasir. “Dulu empat hektare hilang sudah ada buktinya. Sempat kami cegah sampai saya ditentang, sekarang justru tambang marak lagi,” imbuhnya.

Protes kepada penambang dan pemerintah menurut Sarjiyo sudah pernah dilayangkan. Namun tidak cukup kuat menghentikan aktifitas penambangan pasir di Sungai Progo. Lantaran lahan terancam hilang, puluhan petani pada Minggu (6/12/2015) nanti bakal berkumpul mencari solusi persoalan ini, mengundang aparat pemerintah dan keamanan. Sarjiyo menambahkan, keberadaan lahan pertanian yang kerap ditanami palawija itu saat ini menghidupi ratusan keluarga bahkan ribuan jiwa warga Poncosari, Srandakan.

Terpisah, Ketua Kelompok Penambang Pasir Progo Gandung membantah aktivitas penambangan pasir modern menggerus lahan pertanian.

“Terutama kalau tambang modern itu justru enggak mengganggu lahan. Mesin penyedot pasir kan menyedot pasir di tengah sungai enggak menggangu pinggiran. Yang mengganggu itu tambang pasir tradisional di pinggir,” kata Gandung.

Justru ia balik mempertanyakan status kepemilikan lahan di pinggir sungai. Menurutnya, lahan tersebut mulanya adalah wedi kengser atau tanah negara. Anehnya kata dia lahan tersebut kini banyak berstatus hak milik.

“Entah bagaimana pemerintah bisa mengizinkan lahan itu berstatus hak milik,” lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya