SOLOPOS.COM - Kotak pengolah limbah laundry (JIBI/Harian Jogja/Uli Febriarni)

Masalah lingkungan, Dinas Perizinan Kota Jogja selama ini tidak pernah mengeluarkan izin usaha laundry.

Harianjogja.com, JOGJA – Semua usaha laundry di Jogja tidak memiliki izin. Meski begitu, penertiban
tak pernah lagi dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot).

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Kabid Pelayanan Dinas Perizinan (Dinzin) Jogja Setyono mengungkapkan seluruh usaha laundry di Jogja tidak berizin. Dinzin selama ini tidak pernah mengeluarkan izin untuk usaha laundry. Alasannya, usaha laundry berkaitan dengan limbah sehingga penanganan harus diawasi Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jogja.

“Kalau ada yang mengajukan izin usaha laundry langsung kami arahkan ke BLH Jogja untuk meminta kajian lingkungan,” tuturnya, Jumat (10/4/2015).

Menurutnya, sepanjang usaha laundry dapat memastikan penanganan limbah, Dinzin tidak mempersoalkan perizinan usaha. Disebutkan Setyono, setiap tahun tidak lebih dari puluhan pelaku usaha yang mengajukan izin usaha laundry ke Dinzin.

Kendati demikian, kata Setyono, usaha laundry dapat masuk ke ranah pelanggaran jika awalnya pelaku usaha mengajukan izin pendirian toko namun beberapa waktu kemudian justru mendirikan usaha laundry.

Kasi Operasional Dinas Ketertiban (Dintib) Jogja, Bayu Laksmono membenarkan pernah melakukan penertiban usaha laundry di Jogja pada 2012. Hasilnya, ditemukan usaha laundry tidak memiliki izin gangguan (HO). Dintib, kata dia, juga mengecek terkait pengolahan limbah bersama dengan BLH. Hasilnya, usaha laundry dengan ongkos murah sekitar Rp2.500 per kilogram menggunakan deterjen yang berbahaya bagi lingkungan jika tidak diolah secara benar.

“Namun, ketika itu kami tidak melakukan penutupan walaupun sebenarnya sudah melakukan operasi yang bersifat yustisi,” ujarnya.

Dinilai Bayu, penertiban laundry menjadi dilema sehingga sampai saat ini belum pernah ada lagi operasi yang menyasar usaha laundry.

Ia menguraikan, Pemkot Jogja belum dapat memberikan solusi terkait pengadaan lahan untuk pembuatan sumur resapan penanganan limbah laundry. Sementara, izin gangguan yang diurus pun terganjal masalah perizinan. Pelaku usaha, imbuhnya, berkeinginan untuk membuat sumur resapan.

“Tapi lagi-lagi terbatas ketersediaan lahan.” keluhnya.

Kasubid Pemulihan Lingkungan BLH Jogja Peter Lawoasal mengungkapkan, berdasarkan pendataan pada 2012 terdapat 400 usaha laundry di Jogja dan yang memenuhi persyaratan pengolahan limbah berkisar 80 buah.

Tahun ini, sebut Peter, BLH Jogja sudah menyerahkan 20 alat penetralisir limbah kepada pelaku usaha laundry di Jogja. Alat seharga Rp5 juta per unit tersebut berfungsi untuk mengolah limbah laundry yang berasal dari deterjen dan fosfat sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar. Diuraikan dia, jika tidak dinetralisir, deterjen memiliki kadar limbah 300.000 miligram per liter,  sedangkan alat ini baru mampu mengubah limbah ke kadar 24 miligram per liter.

“Sebenarnya alat ini belum seusai standar baku mutu yakni 15 miligram per liter, namun setidaknya sudah mendekati,” ujarnya.

Ia berharap bantuan alat ini dapat meminimalkan dampak kerusakan ataupun pencemaran lingkungan akibat usaha laundry. Dampak yang paling terasa, terang Peter, ketika sumur warga tercemar limbah deterjen maka dapat mengakibatkan orang yang mengonsumsi air tersebut sakit, seperti pusing atau mual.

Kebutuhan alat penetralisir limbah, imbuhnya, masih banyak namun baru bisa dipenuhi 20 unit setiap tahun sejak 2014.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya