Jogja
Kamis, 25 Juli 2013 - 13:56 WIB

Melupa, Wujud Kebosanan Ugo pada Pameran Seni

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/Kurniyanto Seorang pengunjung saat menyaksikan Pameran tunggal Ugo Untoro bertajuk Melupa di Ark Galerie, Jl. Suryodingratan, No 36, Rabu (24/7/2013)

JIBI/Harian Jogja/Kurniyanto
Seorang pengunjung saat menyaksikan Pameran tunggal Ugo Untoro bertajuk Melupa di Ark Galerie, Jl. Suryodingratan, No 36, Rabu (24/7/2013)

Harianjogja.com, JOGJA — Deretan tangga berbahan kayu sebagai akses utama menuju kantor Ark Galerie dipenuhi berbagai macam tulisan berwarna putih yang berasal dari kapur tulis.

Advertisement

Tulisan itu muncul di setiap anak tangga yang berjumlah puluhan. Isi pesannya beragam. Jika dibaca secara seksama terkesan tidak nyambung. Pada tangga nomor dua paling bawah misalnya tertulis “Ikan Pindang Semangkuk Sayur Lodeh Tumpah Dimuka Anaknya Sebentar Saja Anak Itu Berkelojotan Lalu Diam Black Kofee Dengan Ular Melingkar”.

Coretan pesan itu sekilas seperti dibuat oleh orang yang sedang berbuat iseng tapi sebenarnya itu menjadi bagian karya dalam pameran tunggal Ugo Untoro bertajuk Melupa di Ark Galerie, Jl. Suryodingratan, No 36.

Advertisement

Coretan pesan itu sekilas seperti dibuat oleh orang yang sedang berbuat iseng tapi sebenarnya itu menjadi bagian karya dalam pameran tunggal Ugo Untoro bertajuk Melupa di Ark Galerie, Jl. Suryodingratan, No 36.

“Di setiap anak tangga saya sebenarnya cuman melukis beberapa kata saja. Namun setelah itu dilanjutkan oleh orang lain yang datang kesini jadinya ya tidak nyambung,” kata seniman asal Purbalingga, Jawa Tengah itu kepada Harian Jogja, Rabu (24/7/2013), sembari terkekeh.

Pameran Melupa berlangsung dari 20 Juli – 30 Agustus memamerkan sebanyak 22 karya terdiri dari lukisan, instalasi dan Variable Dimensions. Uniknya, coretan teks hampir pasti terlihat di setiap karya seniman berusia 44 tahun itu.

Advertisement

Keisengan Ugo tidak berhenti sampai disitu. Ia menulis teks di batang rokok Marlboro Lights kesukaannya yang juga dihadirkan dalam pameran ini.

Sebagian besar teks yang muncul dalam setiap karyanya itu merupakan sebuah cerita fiktif karangannya sendiri. Namun tidak sedikit di antaranya berisikan kegalauannya yang sedang menghadapi persoalan hidup.

Salah satunya ada dalam karya seri berjudul Foto Keluarga. Karya ini berupa coretan tulisan Ugo diatas kertas dan kardus yang dibingkai dalam sebuah frame foto berbagai ukuran.

Advertisement

Salah satu pesan dalam karya itu, kata Ugo berisikan pesan kekecewaan terhadap istri keduanya yang harus pulang kampung ke Bandung, Jawa Barat karena menuruti permintaan sang ayah yang galak. “Saya pernah jemput dia [Istri] di Bandung, belum sampai masuk pagar, ayahnya sudah meminta saya untuk tidak masuk rumah,” kenangnya.

Penggunaan teks dalam karya seni rupa sebenarnya sudah Ugo lakukan dalam beberapa kali kesempatan pameran. Hanya, pada pameran Melupa ini ia menampilkan teks secara penuh. Penggunaan teks dalam pameran ini, kata Ugo karena ia merasa bosan dengan pameran seni rupa di Jogja yang dianggapnya tidak ada kemajuan.

“Pameran seni rupa di Jogja, karyanya paling gitu-gitu aja enggak ada sesuatu yang baru,” ucapnya.

Advertisement

Di satu sisi, ia mengaku mengalami kebosanan akut dalam berkarya sehingga penggunaan teks dalam karya seni rupa menjadi oase baru.

Ugo tidak memungkiri penggunaan teks dalam karyanya itu terinspirasi dari salah satu maestro lukis Sudjojono. Ia berkisah tatkala duduk di bangku Sekolah Dasar [SD] ia pernah melihat karya lukis yang dipenuhi berbagai teks. Dan saat melihat karya itu, Ugo mengaku langsung kesengsem “Mungkin juga tepat kalau pameran ini menjadi tribute to Sudjujono,” beber pelukis bertato itu.

Soal teks dalam karyanya, Ugo mengaku membuatnya sendiri. Baginya menulis bukanlah hal aneh. Apalagi Ugo sering membaca novel.

“Saya hobi juga menulis tapi enggak mungkin saya menulis di buku. Ya, akhirnya di karya seni rupa,” terangnya.

Ada hal menari dari teks yang muncul dalam karya Melupa. Teks itu terlihat tidak beraturan terutama ukuran hurufnya. Bahkan beberapa kalimat diantaranya penuh coretan yang terjadi karena Ugo salah menulis.

Ugo justru membiarkan hal itu terjadi karena teks yang ia buat bukan untuk mempercantik karya seni rupa yang ia buat. Teks itu, kata Ugo tidak memiliki keterkaitan dengan karya yang ia buat. “Justru saya senang jika ada yang keliru saat saya membuat tulisan,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif