SOLOPOS.COM - Segerombolan pengemis silih berganti meminta uang di setiap toko di jl Kapten Mulyadi, Pasarkliwon, Solo, Jumat (8/3/2013). Para pengemis tersebut mengaku mempunyai pendapatan Rp 30.000,- jika sepi dan Rp. 60.000,- jika ramai per orang, perhari keberadaanya sangat menganggu dunia usaha, karena para pemilih toko harus menyediakan uang receh dalam jumlah yang besar setiap hari. (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

Harianjogja.com, JOGJA– Kepala Dinas Sosial DIY Untung Sukaryadi mengatakan ‘Desaku Menanti’ merupakan terminal terakhir untuk penanganan gepeng. Bisa saja untuk menangani gepeng, Dinsos DIY mengarahkan gepeng untuk melakukan usaha mandiri, menjadi transmigran atau bekerja di sebuah perusahaan.

Adapun cara lainnya, yakni dengan penegakan peraturan daerah No1/2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis yang disahkan pada Februari lalu untuk meminimalisir DIY sebagai daerah tujuan gepeng.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Diatur dalam perda itu, warga yang memberikan santunan pada para gepeng di jalanan bisa dikenai sanksi maksimal Rp 1 juta atau kurungan maksimal 10 hari. Pada 2015, ia merencanakan perda itu akan diberlakukan.

“Sosialiasi akan mulai kami lakukan dari September dengan memasang reklame senilai Rp400 juta di 20 titik strategis DIY,” ujarnya.

Sekretaris Komisi D DIY Nur Sasmito mengatakan perda gepeng itu dapat benar- benar ditegakkan. Sehingga dengan adanya program ‘Desaku Menanti’ tidak justru menjadikan DIY sebagai daerah tujuan gepeng.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya