Jika kebutuhan pakan menyedot operasional pakan sebesar 70%, dengan sistem ini bisa ditekan menjadi 50% saja
Harianjogja.com, SLEMAN-Budidaya ikan dengan sistem bioflok akan terus dikembangkan. Selain di kalangan pesantren, sistem ini juga menyasar kalangan seminari.
Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius
Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rifky Effendi Hardjanto menargetkan pengembangan sistem bioflok di 168 pondok pesantren dan seminari untuk tahun ini. Program tersebut memang ditujukan bagi tempat-tempat pendidikan agama.
Tujuannya, kata Rifky, agar nantinya setelah kembali ke masyarakat, baik santri maupun calon pendeta dapat mengembangkan usaha perikanan di daerahnya. Sistem budidaya ikan perlu terus didorong karena tingkat konsumsi ikan masyarakat masih rendah. Pasalnya, masih kalah jauh dibandingkan masyarakat Singapura dan Malaysia.
Di Indonesia jumlah pesantren mencapai 27.800 dengan total jumlah santri hingga 5 juta orang. “Kami terus mendorong masyarakat makan ikan bahkan bisa juga untuk mengembangkan wirausaha,” kata dia saat panen perdana budidaya ikan lele sistem bioflok di Ponpes Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Prambanan Sleman, Jumat (13/10/2017).
Rifky menjelaskan, budidaya ikan dengan metode bioflok lebih menguntungkan. Dari sisi kebutuhan pakan bisa ditekan 20%. Jika kebutuhan pakan menyedot operasional pakan sebesar 70%, dengan sistem ini bisa ditekan menjadi 50% saja.
Pasalnya, dengan sistem bioflok kandungan plankton dihasilkan melalui priobotik. Plankton tersebut kemudian bisa dimakan ikan sebagai tambahan pakan selain pelet. Karena itu, tindakan pemberian probiotik harus dilakukan seminggu sekali untuk memaksimalkan hasil.
Manfaat lain dengan sistem bioflok yakni, petani ikan dapat memperoleh keuntungan dari hasil budidaya tanaman aquaponik yang memanfaatkan pupuk dari drainase kolam. KKP sendiri, menganggarkan pengadaan sarana prasarana sistem bioflok Rp200 juta per unit.