SOLOPOS.COM - Wakil Ketua DPD RI, GKR Hemas, seusai menikmati perjalanan menggunakan gerobak sapi, Rabu (29/4/2015). (Harian Jogja/Bernadheta Dian Saraswati)

Gerobak sapi pernah berjaya di masanya. Dahulu, angkutan tradisional yang ditarik sepasang sapi ini menjadi transportasi andalan. Tidak hanya mengangkut manusia, hewan ternak dan hasil pertanian pun dapat ditampung di dalam gerobak. Namun kini, keberadaan gerobak sapi makin terpinggirkan. Bagaimana upaya agar angkutan tradisional ini kembali berjaya?

Dahulu kala, bekerja sebagai pengemudi gerobak sapi atau biasa disebut dengan bajingan, begitu diminati. Namun kini, hampir tak ada orang yang tertarik dengan pekerjaan ini. Mereka lebih tertarik menjadi sopir truk atau tukang ojeg, dibandingkan harus dengan sabar mengendarai gerobak sapi yang berjalan sangat lambat ini.

Promosi Mabes Polri Mengusut Mafia Bola, Serius atau Obor Blarak

Hal itulah yang menjadi keprihatinan para sesepuh desa, khususnya Kepala Dusun (kadus/dukuh) Dusun Somodaran, Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Suharyadi. Ia ingat betul bagaimana gerobak sapi pada puluhan tahun lalu sempat menjadi transportasi primadona di kampungnya.

“Zaman saya kecil, gerobak itu selain jadi angkutan, sapinya juga untuk membajak sawah. Sekarang sejak ada traktor, bajak sapi makin langka,” kata dia saat ditemui dalam acara peresmian Wisata Gerobak Sapi di kampungnya, Rabu (29/4/2015).

Bekas-bekas gerobak yang teronggok di halaman rumah semakin rapuh termakan usia. Namun atas berkat para pekerja seni dan adanya Omah Teh Kalasan di kampungya, keberadaan gerobak sapi lahir kembali.

“Ya dengan adanya Wisata Gerobak Sapi ini jadi bisa melahirkan kembali kejayaan gerobak sapi seperti dulu. Nantinya, wisata ini akan dimulai dari Omah Teh, muter melalui Selokan Mataram untuk menuju Candi Sari Kalasan,” ujar Suharyadi.

Untuk biaya sekali perjalanan, wisatawan dikenakan tarif sekitar Rp200.000. Ia tidak hanya mengerahkan gerobak sapi di kampungnya tetapi juga gerobak dari seluruh Kecamatan Kalasan yang jumlahnya lebih dari 150. Mereka tergabung dalam paguyuban gerobak sapi Makarti Rasa Manunggal.

Wakil Ketua DPD RI, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas yang berkesempatan meresmikan wisata gerobak sapi itu sangat mengapresiasi warga Somodaran dalam upaya nguri-uri kabudayan Jawi. Hemas menginginkan agar gerobak sapi jadi festival dunia.

“Festival gerobak sapi tidak hanya untuk DIY, tetapi bisa dipasarkan ke seluruh dunia. Jadi harus mendunia. Tidak hanya Jogja, Jakarta tapi harus mendunia,” ujar Hemas.

Sempat menceritakan masa kecilnya, GKR Hemas menuturkan saat masih tinggal bersama neneknya di dekat Jembatan Gondolayu, setiap subuh ia selalu mendengar klunthung (lonceng) sapi yang melintas di depan rumahnya. Seperti dibangunkan, ia pun bergegas untuk beranjak dari tempat tidur dan mulai beraktivitas.

Tak cukup sebagai wisata, ia ingin agar gerobak sapi kembali menjadi alat angkut layaknya angkutan darat saat ini.

“Yen angkot bensine larang. Yen gerobak sapi pakane isih isa digolekne [Kalau angkutan umum bensinnya mahal. Kalau gerobak sapi, makanan sapi masih bisa dicarikan],” tutur GKR Hemas.

Harapan positif juga disampaikan Wakil Bupati Sleman, Yuni Satia Rahayu.  “Semoga wisata ini bisa berjalan dengan baik, banyak peminatnya dan jangan lupa promosi ke tour and travel dan restoran yang ada. Kalau bisa minta jatah ke bandara,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya