SOLOPOS.COM - Lalu lintas kereta di Jogja (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

PERPUSTAKAAN—Gerbong kereta dibuat menjadi perpustakaan umum di Stasiun Lempuyangan Jogja (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Tepi lintasan kereta di bawah Jembatan Layang Lempuyangan telah lama menjadi jujugan masyarakat untuk piknik di kala sore dan malam hari. Saat sore, anak kecil yang ditemani oleh orang tua tampak bermain di pinggir rel di bawah jembatan layang.

Promosi Bukan Mission Impossible, Garuda!

Lama-kelamaan, kawasan tersebut jadi ramai. Pedagang pun banyak bermunculan. Baik pedagang makanan maupun pedagang mainan. Mencoba memberi ruang yang ebih aman, PT Kereta Api Indonesia (KAI) Persero Daops VI Jogja mengupayakan ruang publik yang lebih aman.

Kepala Humas PT KAI Daops VI Jogja, Eko Budiyanto mengatakan, sejak akhir tahun lalu KAI telah menyiapkan area untuk ruang publik. Berada di sisi selatan lintasan, pihaknya merencanakan pembangunan area bermain anak-anak. “Yang sudah disiapkan ada Museum Kuda Putih, dan bangunan rencananya untuk semacam food court,” kata Eko kepada Harian Jogja, Rabu (2/5).

Menurut Eko, pembangunan kawasan bermain di timur Stasiun Lempuyangan itu menjadi cita-cita Daops VI dalam memberikan ruang yang lebih nyaman dibanding berkerumum di sisi utara lintasan kereta. “Kami berusaha memberikan layanan yang baik untuk masyarakat, termasuk rencana penyediaan ruang yang nyaman untuk bermain anak-anak daripada di pinggiran rel,” jelasnya.

Kini, di kawasan yang dimaksud telah berdiri museum Kuda Putih yakni bangunan berukuran 19 x 3 meter atau satu gerbong jenis Kereta Rel Diesel (KRD) buatan tahun 1963. Didalamnya telah didesain sebagai ruang membaca dengan kursi dan rak buku. Sementara di sisi baratnya merupakan rumah sinyal yang dibenahi untuk dijadikan rumah kuliner. “Kami belum bisa pastikan kapan akan dibuka untuk umum, sementara masih menunggu penyempurnaan dan penataan,” terang Eko.

Tempat Nongkrong Anyar
Selain di bawah jembatan Lempuyangan, di Jogja semakin banyak muncul area-area berkumpul. Umumnya, area yang disasar merupakan tempat dimana ada warung angkringan ataupun area yang masih cukup luas.

Setidaknya tempat tersebut bisa ditemui di depan Balai Pamungkas atau timur Stadion Kridosono di Kotabaru, tepi sungai Code di wilayah Gondolayu, sisi barat kompleks stadion Mandala Krida. Sejarah ramainya kawasan tepi Code dan Mandala Krida dipengaruhi munculnya warung angkringan di daerah itu yang lama-kelamaan menjamur menjadi lokasi berkumpulnya publik.

Sedangkan di Timur Kridosono baru tampak menjadi lokai berkumpul sejak dijadikan tempat berkumpul kelompok klub motor. “Awalnya hanya hari-hari tertentu, tetapi sekarang hampir setiap malam ada yang datang apalagi ada mobil-mobil penjual snack, ada warung (mobil jualan) orang kumpul,” ujar Tarmuji, warga Kotabaru, Rabu (2/5).

Lalu lintas kereta di Jogja (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Rebutan Parkir
Kondisi serupa juga terlihat di kawasan Plengkung Gading yang makin ramai di malam hari. Tetapi di kawasan ini keramaian justru menimbulkan kerawanan tersendiri. Paling tidak muncul rebutan parkir di kawasan tersebut.

Walaupun kini sudah ada rambu-rambu larangan parkir agaknya tak menyurutkan warga untuk mencari keuntungan melalui peparkiran. Bahkan, rambu larangan parkir yang berada di trotoar sisi timur ditambahi tulisan larangan parkir hanya pada jam 06.00-18.00, sementara larangan parkir di sisi barat masih seperti pada awal pemasangan.

“Dulu saat awal pemasangan keduanya masih sama,tidak ada tulisan pada jam tertentu itu, karena dinas perhubungan melarang parkir berada di sekitar traffic light.Saya nggak tahu siapa yang menambahinya,”kata Muhamad,26,mantan Ketua RW 01,Kelurahan Panembahan,Keraton.

Lokasi trotoar di sisi timur tersebut jika malam hari memang dipadati parkir sepeda motor. Mereka yang ingin menaiki benteng percaya menitipkan kendaraan mereka kepada juru parkir meski tidak diberikan karcis.

Lurah Panembahan, Krisna mengatakan perebutan trotoar itu pernah terjadi sebelumnya. Namun mereka yang merebutkan bukan warganya,melainkan dari Kelurahan Patehan, yang wilayahnya juga dilintasi benteng tersebut meski tidak sepanjang Panembahan. Diapun tak mengetahui bagaimana akhirnya kemudian larangan parkir tersebut ditambahi tulisan parkir hanya dilarang pada siang hari. “Dishub sendiri melarang dan tak menerbitkan karcis buat juru parkir di sana,” katanya.

Menurut dia, untuk melarang trotoar tersebut sebagai lahan parkir sulit karena berurusan dengan soal perut. Di sisi lain, juga menjadi dilematis karena keberadaan parkir tersebut dapat memimalisir perbuatan mesum atau perusakan atas bangunan cagar budaya itu.

Camat Keraton Yuniarto mengatakan penataan terhadap parkir memang sudah seharusnya dilakukan sebab parkir di trotoar tersebut menimbulkan kemacatan, terutama ketika malam Minggu.

“Warga ada yang menolak, adapula yang ingin mempertahankan parkir. Mereka yang ingin mempertahankan dengan alasan parkir dapat membantu ikut mengamankan benteng,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya