Jogja
Selasa, 4 November 2014 - 10:20 WIB

MORATORIUM PNS : Tenang, Moratorium Tidak Sentuh Formasi Umum

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI)

Harianjogja.com, JOGJA – Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Sofian Effendi menegaskan moratorium perekrutan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tidak begitu menyentuh formasi umum.

Moratorium selama lima tahun lebih dikhususkan untuk menuntaskan masalah perekrutan CPNS dari jalur K2 dan K3 yang selama ini selalu menimbulkan masalah.

Advertisement

Sofian mengungkapkan, sangat berisiko apabila pemerintah sama sekali tidak membuka pendaftaran CPNS baru untuk mendukung kinrja pemerintahan. Padahal, angka pensiun bagi PNS dalam waktu mendatang cukup tinggi.

“Bisa krisis pegawai jika kebijakan itu diterapkan secara menyeluruh. Kebijakan itu hanya untuk formasi K2 dan K3 saja,” ujarnya di Kantor Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada (UGM), Sabtu (1/11/2014) lalu.

Sofian memberikan gambaran, angka pensiun pegawai di Indonesia mencapai 300.000 orang setiap tahunnya. Padahal jumlah PNS di Indonesia saja cuma 4,5 juta jiwa. Apabila moratorium dipaksakan selama lima tahun, bisa dibayangkan krisis pegawai yang akan terjadi.

Advertisement

“Artinya ada defisit 1,5 juta pegawai selama lima tahun. Itu sangat berisiko bagi kinerja pemerintahan, baik di pusat maupun tingkat daerah,” tandasnya.

Sofian melanjutkan, krisis pegawai bahkan menyangkut beberapa aspek yang sangat penting. Semua aspek tersebut yakni tenaga keamanan laut, guru dan paramedis. Padahal ketersediaan tenaga mereka tidak bisa ditunda jika pegawai lama sudah harus tergantikan.

Kecuali moratorium dari konversi pegawai honorarium menjadi CPNS memang harus dilakukan. Di Indonesia sudah banyak tenaga K1- K3 yang mengantre untuk diangkat jadi CPNS. Terlalu menggantungkan harapan imbasnya mereka banyak yang melakukan manipulasi data, seperti yang sering terjadi selama ini.

Advertisement

“Mungkin saja hal ini untuk mengantisipasi adanya masalah K2 dan K3 dalam pemerintahan Jokowi. Antisipasi politik untuk mencegah politik transaksional karena biasanya para tim sukses ingin memasukkan kerabat atau saudara dekat menjadi CPNS setelah mereka
merasa ikut berjuang mengantarkan seorang tokoh menjadi pemimpin,” terangnya.

Apabila politik transaksional terjadi, dikhawatirkan konsep the right man and the right place sulit dicapai. Pasalnya mekanisme pengangkatan tidak lagi didasarkan atas kompetensi tetapi lebih karena kedekatan seseorang terhadap pemimpin.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif