SOLOPOS.COM - Jumeno tengah menunggui dagangannya, Selasa (29/5) (JIBI/Harian Jogja/Bhekti Suryani)

Jumeno tengah menunggui dagangannya, Selasa (29/5) (JIBI/Harian Jogja/Bhekti Suryani)

Sudah 30 tahun Jumeno menggantungkan hidupnya pada kelestarian aliran kepercayaan seperti Kejawen. Barang yang diperdagangkan Jumeno seperti kemenyan, minyak srimpi, gambir, hio dan tembakau

Promosi Moncernya Industri Gaming, Indonesia Juara Asia dan Libas Kejuaraan Dunia

Sudah 30 tahun berjalan, para peminat barang-barang ini kian sepi. Kondisi inilah yang dirasakan Jumeno. “Jauh sekali bedanya dengan dulu. Sekarang sepi sekali. Sehari paling Rp100.000-an. Dulu pas ramai bisa jutaan sehari sekarang kalau lagi ramai saja paling Rp300.000. Itu kotor pendapatan,” tutur Jumeno, Selasa (29/5).

Bagi yang masih menjaga tradisi Kejawen, biasanya akan berdatangan membeli barang pada Selasa atau Jumat Kliwon. Pembelian kadang kala juga meningkat saat musim puasa atau biasa dikenal bulan Ruwah.

Pembelinya pun kebanyakan hanya kalangan tertentu seperti para abdi dalem Kraton Jogja. Kebanyakan mereka merupakan warga perdesaan yang masih menjaga tradisi leluhur. Ada juga warga etnis Tionghoa yang membeli di warung Jumeno.

Etnis Tionghoa biasanya memerlukan peralatan seperti hio untuk sembahyang kubur maupun hari raya Imlek di warung Jumeno. Jumeno berharap aktivitas perdaganganya tetap terus berlanjut seiring dengan masih lestarinya tradisi Kejawen maupun berbagai aliran kepercayaan yang memerlukan ritual sesajen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya