SOLOPOS.COM - Tukang loper koran di Pasar Beringharjo, Muchni Arno (JIBI/Harian Jogja/Garth Antaqona)

Tukang loper koran di Pasar Beringharjo, Muchni Arno (JIBI/Harian Jogja/Garth Antaqona)

JOGJA—Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Begitulah pepatah yang menjadi simbol kekuatan paguyuban pedagang loper koran Malioboro dan Pasar Beringharjo (Maliharjo).

Promosi Keturunan atau Lokal, Mereka Pembela Garuda di Dada

“Maliharjo menjadi tempat untuk menampung aspirasi dan keluhan loper koran di kawasan Malioboro dan Pasar Beringharjo,” kata loper koran,  Muchni Arno, Rabu (18/7).

Kepada Harian Jogja, Muchi Arno yang juga menjabat sebagai Ketua Maliharjo menjelaskan Maliharjo terbentuk atas keprihatinan melihat kondisi loper koran di kawasan Malioboro dan Beringharjo yang kerap jadi objek ekploitasi agen-agen koran di 2008 silam.

Pada saat itu, banyak loper koran dipekerjakan seperti robot, yang selalu bekerja ditengah tekanan tanpa memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan loper koran. Banyak pula loper koran yang jadi korban dari kebijakan yang melarang mereka untuk berjualan di wilayah perhotelan ataupun pertokoan.

Hal itu melatarbelakangi loper koran menggalang kekuatan untuk bersatu padu 1 Desember 2008. Dengan adanya Maliharjo, paguyuban ini mencoba untuk menaikkan harkat dan martabat loper koran. “Kami rangkul loper koran untuk menjalin kekuatan demi kesejahteraan bersama,” ungkap Muchi Arno.

Sekitar 30 loper koran di kawasan Malioboro dan Beringharjo kini tercatat sebagai anggota paguyuban Maliharjo. Di dalam paguyuban ini, mereka saling melindungi sesama anggota dengan memberikan edukasi dan bertukar pengalaman kepada loper koran, terutama dalam bersikap ketika menjajakan koran di pertokoan dan perhotelan.

Awal Abadi, salah satu loper koran yang juga bertindak sebagai humas, mengaku terayomi dan terlindungi berada dalam Maliharjo. Seperti ketika terdapat salah satu anggota sedang sakit, maka anggota lainnya turut berpartisipasi untuk menyumbang untuk meringankan beban loper koran yang sedang sakit.

“Setelah terbentuknya Maliharjo, omzet jualan meningkat. Semua menjadi terstruktur rapi,” tambahnya. Ke depan, Maliharjo tidak hanya menjadi paguyuban yang menampung aspirasi loper koran tetapi juga dapat menjadi wadah untuk para seniman dan juga pedagang di pasar.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya