SOLOPOS.COM - Rini Lestari (baju merah) warga Baciro, Gondokusuman bersama Nanda Perwita Putri, salah satu dari sekian siswa yang ijazah tertahan karena memiliki tunggakan pembayaran operasional pendidikan di sekolah. (JIBI/Harian Jogja/Abdul Hamied Razak)

Rini Lestari (baju merah) warga Baciro, Gondokusuman bersama Nanda Perwita Putri, salah satu dari sekian siswa yang ijazah tertahan karena memiliki tunggakan pembayaran operasional pendidikan di sekolah. (JIBI/Harian Jogja/Abdul Hamied Razak)

Wajah Rini Lestari, 39 warga Baciro RT 62 RW 16 Kecamatan Gondokusuman terlihat resah. Buru-buru dia mengangkat tas cokelat yang dipangkunya. Sesekali matanya melirik jam dinding di ruang Pawarta Balai Kota Jogja.

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

Rini bukan siapa-siapa. Dia hanya seorang pembantu rumah tangga (PRT), seorang ibu yang sedang memperjuangkan nasib anak keduanya Nanda Perwita Putri yang baru lulus dari SMP Taman Dewasa Ibu Pamiyatan, Jogja. Pasalnya, ijazah anaknya itu belum bisa diambil lantaran masih ada tunggakan pembayaran operasional pendidikan di sekolah tersebut.

Padahal, Rabu (4/7) merupakan hari terakhir Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK Negeri. Sialnya, meski berkali-kali mengajukan diri, hingga kini Rini dan keluarganya tidak tercatat sebagai pemegang Kartu Menuju Sejahtera (KMS). Kedatangannya ke Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Jogja untuk meminta surat rekomendasi tidak mampu agar anaknya bisa ikut PPDB juga tidak membuahkan hasil.

“Soalnya, ijazah ditahan oleh sekolah sebelum tunggakan sebanyak Rp6,6 juta bisa dilunasi. Kami tidak mampu melunasinya sekarang,” kata suami Agus Tugiyanto itu, kemarin. Total tunggakan tersebut, jelas Rini meliputi biaya daftar ulang sebesar Rp2,3 juta dan kekurangan biaya lainnya termasuk SPP sekitar Rp4,3 juta.

Tunggakan itu bisa terjadi, karena selain masih menyekolahkan Nanda, Rini juga harus membiayani pendidikan anak pertamanya, Januar Perdana yang saat ini naik ke kelas III SMKN 5 Jogja. “Sebagai PRT gaji saya sebulan hanya Rp400.000 saja. Suami saya cuma sopir, rata-rata setiap bulan pendapatannya Rp700.000. Makanya, saya berharap dapat rekomendasi dari Dinsos,” katanya.

Besarnya tunggakan tersebut, lanjutnya, karena dia dan suaminya tidak sempat membayar rutin SPP setiap bulan. Lantaran, pembayarannya harus melalui BPD DIY. “Uang gedung sudah dicicil dulu sampai Rp1 jutaan. SPP juga awal sebagian sudah dicicil. Tapi bayarnya harus lewat BPD DIY itu yang susah. Saya kan harus kerja,” tutur wanita berbaju merah itu.

Usai diajak bercerita dengan sejumlah media di Pawarta, karena waktu sudah siang, Rini pun buru-buru pergi. Namun kecemasan masih terlihat di wajahnya. Apalagi, Rini tidak sadar bila saat itu sedang diwawancarai beberapa awak media. “Wah, berarti besok masuk koran? Gimana, saya nanti tidak diapa-apain kalau ada yang marah?” tanya Rini, khawatir sambil buru-buru pergi.

Kasus ijazah tertahan lantaran masih ada tunggakan pendidikan memang bukan kali ini saja. Tahun-tahun sebelumnya, kasus serupa juga masih terjadi. Tahun ini, Nanda adalah satu dari sejumlah siswa yang mengalami nasib serupa. Kepala Dinsosnakertrans Jogja, Sarjono mengatakan, pihaknya hanya sebatas memberikan surat rekomendasi sebagai rujukan Dinas Pendidikan untuk memberikan dana bantuan.

“Dana bukan dari kami. Kami hanya melakukan proses verifikasi di lapangan sebelum surat rekomendasi diberikan. Soal diterima tidaknya dana bantuan itu, bukan tanggung jawab kami melainkan Dinas Pendidikan,” ungkap Sarjono, kemarin.

Meski begitu, kata Basuki Staf TU SMP Taman Dewasa Ibu Pamiyatan, Jogja siswa yang masih memiliki tunggakan tersebut sejatinya masih bisa mengikuti PPDB dengan melampirkan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) asli. Itupun sudah diberikan ke Nanda. “Ijazah tidak kami berikan dulu untuk jaminan agar orangtua melunasi biaya kekurangan administrasi sekolah. Kalau sudah lunas akan diberikan,” ucapnya saat dikonfirmasi soal itu.

Pernyataan itu dikuatkan oleh Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Jogja Budi Santoso Ansori. Ditambahkan dia, kasus ijazah yang ditahan karena tunggakan itu dialami sejumlah siswa. “Ya, jumlah kasus seperti siswa itu [Nanda] ada, tidak banyak, jumlahnya sedikit. Tapi, wali murid bisa mengakses dana Jaminan Pendidikan Daerah [JPD] dengan syarat lulus verifikasi berlapis,” terang Budi.

Untuk mengakses dana JPD bagi siswa miskin Non-KMS, katanya, ada dua jalur yang dilakukan, yakni verifikasi dari sekolah dan pemerintah dalam hal ini Dinsosnakertrans. Termasuk surat jumlah tunggakan yang ditanggung orangtua siswa. Bila lolos tahapan-tahapan verifikasi tersebut, Dinas akan memberi dana bantuan sesuai jenjang pendidikannya.

“Untuk SMA swasta, maksimal bisa dibantu sebesar Rp2,3 juta, SMK swasta Rp3 juta, SMP swasta Rp1,250 juta dan SD swasta Rp750.000. dana bantuan itu hanya diberikan satu kali saja,” pungkas Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya