SOLOPOS.COM - Anggota Komunitas Double Cabin Indonesia menyeberangi Sungai Oya (IST)

Tri Wahyu Utami/JIBI/Harian Jogja

Anggota Komunitas Double Cabin Indonesia menyeberangi Sungai Oya (IST)

Promosi Semarang (Kaline) Banjir, Saat Alam Mulai Bosan Bersahabat

Ban mobil selip di gundukan pasir atau mesin tiba-tiba mati di tengah derasnya aliran sungai sudah biasa bagi para anggota Komunitas Double Cabin Indonesia. Mereka memacu adrenalin dengan tujuan utama mengenalkan kawasan wisata yang belum banyak dijamah.

Rasa waswas dan sedikit takut terkadang menghantui anggota komunitas ini saat susur sungai. Tapi karena kemauan yang tinggi, rasa itu sirna. Kebersamaan dan gotong royong antaranggota menepis kekhawatiran.

Jumat (24/2) pekan lalu, anggota komunitas ini tertantang oleh jalan terjal Hutan Bunder Gunungkidul. Setelah melewati hutan, mereka menyeberang Kali Oya yang tingginya lebih dari satu meter dengan lebar 15 meter. Mobil-mobil itu menerobos hujan deras.

“Waswas juga, waktu yang direncanakan sampai jam tujuh malam, molor jadi jam 10 malam karena kondisi sungai sangat deras, untungnya sesama anggota saling menolong,” kata anggota komunitas dari Jogja, Ahadi.

Bagi Ahadi, kegiatan yang telah menjadi hobinya itu mampu melatih keterampilan, dan yang lebih penting baginya adalah adrenalin terpacu kencang. Tak hanya itu, seorang pengemudi ketika di tengah sungai selalu dituntut bagaimana memecahkan masalahnya sendiri dan rekannya.

“Saya pribadi memang suka otomotif dan travelling, bisa jalan-jalan, banyak teman dan sharing,” ujar bapak tiga putri ini.

Selain susur sungai, touring selama tiga hari itu juga diwarnai dengan melintasi gumuk pasir di sepanjang Pantai Parangtritis. Malam harinya mereka menggelar api unggun dan mendirikan perkemahan di kawasan Pantai Sundak-Pantai Ngandong Gunungkidul.

Beberapa anggota dari Jakarta dan luar Jawa mengaku penasaran dan terheran-heran. Mereka baru menyadari Jogja ternyata memiliki kawasan wisata yang cukup menantang.

“Prinsip kami memang mengenalkan pariwisata yang belum banyak dikunjungi para wisatawan. Terutama trek-trek yang menantang,” ujar Ketua Komunitas Double Cabin Jogja, Widyo Wiharto.

Bukan Hura-hura
Travelling memang menjadi kegiatan pokok dalam komunitas ini. Tapi bukan berarti hanya hura-hura semata. Setiap menggelar acara travelling, di hari terakhir selalu diselipkan bakti sosial.

Kegiatan ini dinilai Widyo penting mengingat membantu sesama adalah kewajiban setiap manusia. “Kali ini [touring di Jogja] kami mendatangi panti asuhan di Gunungkidul,” jelasnya.

Komunitas ini dinaungi para anggota yang sebagian besar adalah kalangan menengah ke atas. Bayangkan saja, satu mobil harganya minimal Rp300 juta. Belum lagi biaya-biaya traveling yang ditanggung bersama. “Kami tidak hanya hura-hura tapi kami juga ingin berbagi,” imbuh Widyo.

Komunitas Double Cabin Indonesia sendiri berpusat di Jakarta. Anggotanya ada ratusan orang pemilik maupun pecinta mobil double cabin dari Palembang, Sulawesi, Kalimantan, Medan, Malang, Jakarta, Jogja, Semarang dan masih banyak kota besar lainnya. Komunitas ini telah menjajal medan terjal di berbagai kawasan di Bali, Bromo, Pangandaran dan bayak lagi.

Di Jogja, komunitas penghobi double cabin dibentuk tiga tahun silam, dirintis Widyo dan Eri Wawan. Khusus di Kota Pelajar ini, anggotanya ada 40 orang. Komunitas yang bermarkas di Jalan Mangkubumi nomor 73 A Jogja ini setiap bulan menggelar kumpul-kumpul untuk sharing soal pariwisata, masalah otomotif dan berbagai hal berkaitan dengan double cabin.

Syarat masuk sebagai anggota komunitas tidak dibatasi usia, baik muda atau tua. Merk mobilnya pun tidak ditentukan, asalkan double cabin dengan ban jenis kasar. Tentu saja untuk mengantisipasi medan yang cukup berat.(ali)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya