Jogja
Selasa, 17 April 2012 - 09:03 WIB

PAKU ALAM KEMBAR: Anglingkusumo Terancam Sanksi

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

DIKUKUHKAN—Pengukuhan KPH Anglingkusumo sebagai KGPAA Paku Alam IX di Kulonprogo, Minggu (15/4) (JIBI/Harian Jogja/Abdul Hamied Razak)

JOGJA—Pura Pakualaman bakal memberikan sanksi atas pengukuhan KPH Anglingkusumo sebagai Paku Alam IX oleh warga pesisir Kulonprogo. Hanya, bentuk sanksi yang diberikan belum diketahui menunggu pembahasan dengan Sri Paku Alam IX.

Advertisement

Ancaman sanksi itu mengemuka setelah trah Pakualaman Hudyana bertemu di Puro Pakualaman Jogja, Senin (16/4). Pertemuan tersebut dihadiri sejumlah sentana (keturunan) baik dari Jogja maupun luar Jawa.

KPH Kusumoparastho mengatakan pengangkatan Paku Alam tidak dapat dilakukan sambil lalu dalam sebuah kegiatan. Pasalnya, kedudukan Adipati seperti Paku Alam adalah jabatan yang terhormat.

Advertisement

KPH Kusumoparastho mengatakan pengangkatan Paku Alam tidak dapat dilakukan sambil lalu dalam sebuah kegiatan. Pasalnya, kedudukan Adipati seperti Paku Alam adalah jabatan yang terhormat.

“Dengan demikian kami menyatakan menolak karena perbuatan tersebut sebagai tindakan tidak berkeadaban,” katanya.

Selain itu kata Kusumoparastho sudah ada sistem di internal Pakualaman untuk mengganti Adipati yaitu melalui paugeran. Untuk Paku Alam IX sudah ditetapkan pada 26 Mei 1999 dan yang terpilih KPH Ambarkusumo, yang saat ini menjabat wakil Gubernur Provinsi DIY. Otomatis proses pengangkatan raja Pakualaman sudah selesai.

Advertisement

Pada zaman dulu, kata Tjondrokusumo bila ada pihak yang tidak setuju pengangkatan raja bisa melakukan pemberontakan. Atau bila tidak ingin mengakui rajanya akan memilih pergi untuk membuat kerajaan baru. “Kalau jiwa satria masih berani melakukan seperti itu, tidak mengakui berarti lungo [pergi],” tegas Tjondrokusumo.

Meski Anglingkusumo sudah dianggap merendahkan martabat Kadipaten Pakualam, namun belum ada sanksi yang diberikan. Sanksi baru akan diumumkan dua minggu lagi karena masih akan dibicarakan dengan Paku Alam IX. “Ini kan sebuah sistem sehingga nanti kan harus profesional. Mungkin dalam dua minggu,” kata Tjondro.

Terpisah, Anglingkusumo menyatakan tidak gentar atas sanksi yang bakal dijatuhkan. Bahkan menurut Angling pemberian sanksi salah sasaran jika ditujukan kepadanya. “Harusnya ditanyakan kenapa masyarakat memilih saya,” terangnya.

Advertisement

Ia mengaku hanya jadi orang yang ditunjuk masyarakat untuk menjadi Adipati Pakualam. Angling sendiri sudah 13 tahun memperjuangkan haknya untuk bertahta di Pakualaman. Orang-orang disekitarnya bahkan meminta dirinya untuk menuntut ke Pengadilan Tata Urusan Negara (PTUN).

Namun karena terlanjur ada pengukuhan itu, ia siap menjalankan amanah yang diinginkan pendukungnya. Ia berjanji akan menentukan langkah setelah diangkat menjadi Paku Alam oleh ratusan orang Adikarto Kulonprogo.

Inkonstitusional
Terpisah, Masyarakat Adikarta, Kulonprogo, mempertanyakan pengukuhan Anglingkusumo. Sekretaris Paguyuban Kepala Desa se-Kulonprogo, Bodronoyo, Slamet Raharjo mengatakan pengukuhan itu inkonstitusional, atau melanggar paugeran yang berlaku di Pura Pakualaman.

Advertisement

“Masyarakat Adikarta mana yang hadir? Itu patut dipertanyakan mereka yang hadir pada saat pengukuhan itu. Kami, selaku masyarakat Adikarta tidak mengetahui adanya pengukuhan itu. Tidak ada undangan untuk seluruh masyarakat Adikarta,” tegas Slamet Raharjo.

Sampai saat ini, jelas Slamet, masyarakat hanya mengakui KPH Ambarkusumo sebagai Paku Alam IX. Bahkan, katanya, masyarakat merasa diayomi oleh Paku Alam IX karena tidak sepeserpun menarik uang sewa atas tanah Paku Alaman (PA) Ground.

Beberapa tamu yang diundang, kata Slamet, mengaku heran dengan agenda pengukuhan itu. Sebagian warga Glagah yang menerima undangan, diundang untuk ritual Sedekah Bumi dan Peringatan Satu Abad Paku Alam VIII. Namun, karena undangan sedekah bumi tersebut disisipi prosesi pengukuhan Anglingkusumo sebagai Paku Alam, mereka memilih untuk pergi.

Terkait sejumlah tamu undangan yang memilih pergi saat prosesi pengukuhan berlangsung, hal itu juga diakui Suroto, Kepala Dukuh Glagah. Suroto mengaku mendapat undangan untuk menghadiri prosesi Sedekah Bumi di Pendapa Pantai Glagah. Namun, saat ada prosesi pengukuhan KPH Anglingkusumo sebagai KGPAA Palu Alam IX dia memilih pergi. “Lah, undangannya tidak sesuai dengan kegiatannya, saya memilih keluar,” ungkap Suroto.

Untuk meredam konflik sosial pasca pengukuhan Anglingkusumo, Ketua Ismoyo, Bibit Rustanto berharap masyarakat berpikir jernih dan tidak terprovokasi dengan upaya-upaya memecah belah warga. Apalagi, katanya, pengukuhan tersebut terjadi menjelang pengesahan RUU Keistimewaan DIY.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif